Sabtu, 01 Januari 2011

menuntut lah!

“Aku ga bisa sama kamu nanti malam.”
“Kan kamu yang maksa aku temenin kamu ampe aku batalin pergi ama anak-anak.”
“Iya. Aku harus pergi juga tapi.”
“Iya, yaudah.”

Aku berbalik pergi. Pulang. Nanti malam aku akan menyicil tugas-tugasku. Dan aku baik-baik saja. Sungguh baik-baik saja. Sungguh-sungguh.

***

Mataku terpaut dalam pada layar monitor laptop. Sudah lebih dari 3 jam dan aku tidak sadar sama sekali. Bukan, bukan tugas. Aku sedang menggombal. Menulis tulisan-tulisan sampah tidak penting. Paling tidak semua ini meringankan segalanya. Semuanya buyar saat music player-ku memainkan Oh, It’s Love dari Hellogoodbye. Aku memundurkan punggungku, bersandar pada sandaran kursi belajarku dan mulai ikut bernyanyi. Aku bergerak mengambil handphone dan melihat kalimat-kalimat terbaiknya yang pernah terkirim dan kusimpan rapi. Rapi sampai barang itu rusak mungkin.

“kamu bayangan paling nyata yang pernah ada”

Ada puluhan kalimat yang kusimpan, tapi itu favoritku. Aku tersenyum dan kembali bergumul dengan monitor dan keyboard. Memang hanya itu satu hal eksak dan ajeg yang selalu kulakukan saat semua inderaku mensensasikan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Bahkan saat otak dan hatiku mulai ikut membantu mempersepsikan dan menginterpretasikannya.

Kamu. Kamu yang jamak. Kamu-kamu itu tak pernah satu. Selalu bergerombol. Herannya, atau mungkin hebatnya aku tidak apa-apa. Aku tidak merasakan apa-apa. Dan aku berani bersumpah. Aku baik-baik saja. Sama sekali.

***

“Aku ga bisa nganterin kamu ya?”
“Kamu mau kemana?”
“Kemana-mana… Hahahahaha…”
“Ya sudah. Nanti aku minta anter Dara.”
“Hey, aku mau kemana-mana. Aku sengaja melanggar janji.”
“Jadi aku harus bagaimana?”
“Menuntutlah sedikit. Kamu terlalu menerima.”
“Dengar, aku tidak jauh-jauh mengenal dekat orang sepertimu untuk kembali mengeluh-mengeluh lagi seperti dulu.”

Sepersekian detik aku tersadar. Sudah hampir setahun aku berkeliaran di level hubungan ini. Level hubungan yang paling membuatku bahagia, paling nyaman, dan paling absurd. Aku tidak tahu. Langkahku tertahan. Aku tak siap maju dan menjadikan lebih baik, terlebih tak mau mundur dan meninggalkan. Hampir setahun dan tak ada yang berubah, kecuali tetap menyenangkan. Yang paling menyenangkan malah.

“Berhentilah jadi wanita hebat. Kasihani hatimu. Apa yang membuatmu mampu seperti itu?”
“Kamu. Kamu alasan atas segalanya. Kamu. Senyummu, tulang pipi dan alismu, kumis dan bibir tipismu, hidungmu, rambutmu, matamu dan tatapanmu yang jarang sekali ada aku di dalamnya. Ahh, aku sungguh suka menatapmu. Kamu. Kamu alasannya. Segala dirimu. Segalanya.”
“Kamu memang gila.”

Dia menutup kalimat terakhirnya dengan senyum tersipu yang memikat. Maaf, semua jenis senyumnya memang memikat. Hatiku berusik pelan…

“Dan aku tak bisa berhenti…”



Sabtu Ceria, 1-1-11
Kamar Gelap, 11.00 AM
Story Soundtrack : Self Inflicted - Katy Perry

Tidak ada komentar:

Posting Komentar