Jumat, 25 Mei 2012

Dari Sisi Wajahmu

Dari sorot matamu...
Ada cahaya senja yang tenggelam di barat dan bulan yang samar merona di timur.
Ada dua bola langit yang lebur dalam samudera cakrawala di sudutnya masing-masing.
Ada dua makna yang kabur namun terlukiskan dalam satu bentangan kenyataan yang sama.
Entah mana yang lebih indah.

Dari ujung hidungmu...
Ada hembusan angin malam yang dingin menari-nari di antara titik-titk putih di kejauhan langit.
Ada dingin yang bersenandung di antara nada-nada kilauan bintang dalam sangkar angkasa.
Ada makna yang gelap dan menusuk rasa di antara serbuk kristal kebersamaan yang terang bertaburan.
Entah mana yang lebih kuat.

Dari sudut bibirmu...
Ada lembab udara pagi yang menyeruak di balik selimut fajar yang menghangatkan.
Ada aliran arus kabut yang tumpah ruah di balik pelukan subuh yang mulai benderang.
Ada makna yang kelabu, dingin dan tersamarkan di balik jingga hangat yang sudah menjadi biasa.
Entah mana yang lebih kuasa.

..........

Dari sisi wajahmu...
Ada matahari yang selama ini telah memberi kehidupan, tak kenal seberapa tebal awan yang menghalangi sinarnya.
Ada terang yang selama ini telah menadai detak hari, tak kenal seberapa deras air yang jatuh dan menutupinya.
Ada keyakinan yang telah berakar dalam-dalam di dasar diri, dan tak bisa diapa-apakan kecuali yakini.
Entah ke mana kita akan bermuara.

..........

"Aku hanya butuh terus menatap sisi wajahmu. Menyaksikan drama pergantian hari di sana. Semoga pada akhirnya aku bisa mendapati drama perubahan bentuk kebersamaan kita..."

"...Kita tak perlu berbuat apa-apa."

Minggu, 13 Mei 2012

Aku Ada

Kamu tak harus melihat pelangi untuk tahu hujan baru saja turun. Kamu hanya perlu mencium bau rumput basah dan merasakan genangan air yang tersisa di atas permukaan tanah.

Kamu tak harus menonton senja untuk tahu matahari akan tenggelam. Kamu hanya perlu melihat cahaya langit yang meredup dan berubah hitam dan merasakan angin semilir sore yang suhunya merendah.

Kamu tak perlu memahami musik untuk tahu ada rangkaian nada yang indah mengalun di sekitarmu. Kamu hanya perlu memejamkan mata dan mendengarkan lagu itu penuh-penuh.

Maka aku tak perlu merangkai kata sedemikian rupa agar kamu dapat memahami isi hatiku. Aku hanya perlu diam, menatapmu, dan mungkin menunggu.

..........

Aku ada.
Meski tak pernah mampu menampakkan diri.

Bahasa keberadaan itu sudah cukup untuk menyatukan kita dalam satu semesta yang sama. Semesta yang hanya kita yang mampu memahaminya. Kita tak kuasa berbuat apa-apa. Kecuali menunggu. Menunggu entah kemana angin ini menerbangkan kita. Semoga selalu ada waktu. Semoga kamu takkan berubah.

Senin, 07 Mei 2012

Ini Bukan Cinta




"aku mau secangkir kopi hitam. tanpa gula."

..........

jam 12 lewat 30 menit dini hari. aku beranjak dari depan laptop yang sudah menyala sejak sore. tulisanku bahkan belum selesai. baru tiga halaman script dengan deadline satu script utuh untuk nanti sore. kubiarkan laptop tetap menyala, melapisi boxer dengan celana jeans panjang, memakai jaket dan sepatu, lalu meninggalkan kamar. aku akan menunggumu malam ini, sebelum kamu dan watak cerewet standar wanitamu harus melayangkan beberapa pesan BBM dan telepon penuh omelan karena aku terlambat seperti biasanya.

aku tiba di cafe tempat biasa kamu selalu merengek untuk bertemu jika ada kegalauan yang harus kamu bagi denganku. cafe kecil itu ramai, semakin larut semakin ramai seperti biasa. aku memilih duduk di sudut ruangan, meminta asbak, dan membuka pesan BBM-mu yang kurasa masuk saat aku di perjalanan. aku hanya duduk menanti kamu datang, wanita yang entah siapaku, tanpa memesan apa-apa. semoga nanti pipi dan bibirmu merah seperti biasa.

lebih dari 15 menit aku merokok sampai akhirnya sosokmu muncul. dengan langkah agak terburu-buru kamu menghampiri mejaku, memilih duduk bersisian daripada berhadapan denganku, memeluk lenganku, lalu sesaat menenggelamkan wajahmu di bahuku. tidak lebih dari semenit selanjutnya kamu mengangkat wajahmu, lalu mulai bercerita panjang lebar tentang entah apalah. bukannya tidak peduli atau terdistorsi hal lain, aku justru seakan merasa bosan. seperti aku sudah tahu apa yang bahkan belum kamu ucapkan, dan untuk didengar lagi, bosan tentu akan terasa.

kamu menjeda ceritamu dan memanggil pelayan, memesan sepiring spagheti dan ice chocolate, tersenyum pada pelayan itu, lalu berbalik menatapku. aku masih terus menarik dan menghembuskan asap rokok sampai akhirnya kamu merogoh tas dan ikut membakar sebatang. rokok di tangan kirimu tak membuat tangan kananmu lepas memeluk lenganku, lalu kamu mulai berbicara lagi. aku bahkan tak merespon apa-apa atas ceritamu, hanya beberapa waktu tersenyum, beberapa waktu menatapmu, dan banyak waktu membuang pandangan ke arah lain namun tetap menyimakmu.

interaksi pasif ini akhirnya diinterupsi oleh sajian spagheti dan ice chocolate yang dibawa oleh pelayan. kamu berhenti bicara, mematikan rokok dan mulai melahap makanan yang ada.

..........

interaksi ini bukannya pasif. hanya saja terlihat pasif. siapa yang tahu seberapa besar perhatian yang sebenarnya aku berikan padamu dan seberapa besar perhatian yang kamu rasakan melalui tatapan-tatapan yang selalu kubuang jauh saat kamu bercerita?

sudah lebih dari lima tahun sejak pertama kali aku bertemu dengamu dan semesta menggiring kita untuk menjalani berbagai kisah bersama. aku bahkan sudah tidak bisa menghitung ini cerita patah hati keberapa yang kamu bagi denganku di tengah malam buta di sudut sebuah cafe kecil yang selalu sama. aku bahkan sudah tidak bisa menghitung punyaku. aku tak mampu lagi menghitung, bukan hanya kisah patah hati keberapa, tapi kisah jatuh cinta atau kisah apapun itu. aku hanya tahu aku bersamamu. selalu. setiap saat.

aku sudah membagi lengan dan bahuku denganmu selama bertahun-tahun. aku sudah membunuh sebagian besar waktuku denganmu. aku sudah jatuh dan hancur berkali-kali bersamamu, dan pada akhirnya hanya denganmu juga aku akan kembali pulang dan mereparasi diri. begitu juga kamu. selalu seperti itu. aku sudah mencintai beberapa wanita dengan kadar cinta paling tinggi beberapa kali dengan akhir cerita kebersamaan akan selalu kembali pada pelukanmu. begitu juga kamu. selalu seperti itu.

entah seperti apa aku seharusnya mendefinisikan dirimu. aku rasa tak ada. sebagai penulis aku tahu tak akan ada rangkaian kata yang benar-benar mampu mengungkap makna. makna hanya akan ada di dalam diri, di dalam hati. dan tak ada perilaku apapun yang bisa mengindikasikan isi hati dengan valid.

aku bukan kekasihmu, meskipun untuk menjadi sahabat pun ikatan ini sudah keterlaluan. tapi aku rasa aku juga tak perlu mendefinisikanmu. aku sudah bosan mencintai, meskipun aku tak pernah benar-benar tahu apa arti cinta. aku tak butuh romantisme atau kasih sayang yang didramatisir sedemikian rupa. aku rasa aku tak butuh apapun kecuali sesuatu yang ada di dalam diriku yang hanya aku yang tahu. yang bahkan tak bisa kugambarkan dengan cara apapun. aku tak butuh kesempurnaan yang membosankan itu. aku hanya butuh kenyamanan dan saling pengertian. aku tak butuh kekasih, aku hanya butuh teman hidup.

karena itu aku butuh kamu. suruh aku ceritakan seluruh kisah perjalanan hidupku, aku akan melihat sebuah gambaran yang tumpang tindih dan tidak teratur. tapi tanyakan apa yang aku lihat di masa depan, maka akan kujawab aku melihat gambaran dirimu.

..........

kamu menelan suapan terakhir spagheti lalu meneguk ice chocolate dengan khidmat. kamu akan membakar sebatang rokok lagi ketika kamu menyempatkan menatap mataku beberapa detik. lalu kamu sadar aku belum memesan apa-apa dan menawarkanku memesan.

"kamu ga pesen? pesen ya? kopi item ga pake gula."
"yaudah boleh."
"kenapa sih suka banget?"
"soalnya..."
"...ga manis malah pait, ga sempurna. tapi nikmat, udah pas dan nyaman."

aku lalu tersenyum, mengusap kepalamu, membakar sebatang rokok lagi, merogoh saku dan membalas bbm pacarku yang katanya tak bisa tidur. sisanya, hanya akan ada pagi yang aku dan kamu jemput bersama, lagi dan lagi.

..........

malam itu ada langit yang hitam kental. purnama yang penuh seakan mau tumpah. lampu-lampu jalan dan cafe yang merona jingga. waktu-waktu menjelang pagi yang sama seperti banyak waktu lainnya yang kita bunuh dengan kebersamaan. ikatan batin yang selamanya tak akan terdefiniskan. dan kamu, yang teryakini akan selalu siap berdiri selamanya, seperti selama ini.

Sedari Mimpi

Aku seorang putri bergaun abu-abu. Aku tidak memakai sepatu. Aku suka rasa rumput basah pagi hari di telapak kakiku. Gaunku panjang, semata kaki. Roknya merekah lebar seperti kelopak hatiku setiap saat aku melihat langit fajar mulai menguning. Rambutku diikat setengah. Setengahnya lagi terurai. Kupu-kupu suka singgah di sana. Aku bukan peri, bukan juga Cupid. Justru aku korban panah Cupid. Sayap Cupid suka tersangkut di rambut keritingku saat terbang mengelilingiku. Itu sebabnya sasaran panahnya suka meleset. tapi tak apa, semuanya indah kecuali senja yang gerimis. Bahkan kisah cinta yang meleset juga indah.

Bulu mataku panjang walaupun tidak terlalu tebal. Aku jadi sering merasa keberatan membuka mata. Paling berat aku rasakan saat aku sedang bermimpi tentangmu. Aku pernah bermimpi mencintaimu. Sudah lama sekali. Kamu pangeran tampan yang bahkan tidak menunggangi kuda putih. Kamu tiba-tiba saja sudah ada di dalam hatiku, entah mengendarai apa. Besoknya aku bangun dan sayap Cupid masih saja sering tersangkut saat terbang mengelilingiku. Kamu tidak ada di depanku saat aku terbangun. Kamu hanya ada di dalam hati dan mimpiku. Duduk di atas keplopak hatiku yang mekar bersama fajar. Sejak saat itu, aku melihat pelangi di mana-mana. Padahal tidak hujan. Bahkan di cermin, ada pelangi yang kutemukan di mata orang di depanku.

Pagi ini langit sedih. Tangisannya deras sekali. Tapi gaunku masih abu-abu dan rambutku masih setengah terurai. Kelopak hatiku tetap mekar setiap pagi, bahkan semakin lebar pagi ini. Mataku berat dibuka, tapi aku senang kamu kini benar ada di hadapanku. Aku melihat ke dalam hatiku dan kamu juga ada di sana. Kamu ada dua. Bahkan tiga kalau saja aku ingat ada kamu atau tidak di mimpiku tadi malam. Kita duduk di teras dengan kaki-kaki telanjang kita mencicipi tetes-tetes hujan. Ada kupu-kupu yang tersangkut di rambutku. Aku jadi seperti memakai hiasan rambut. Cupid tidak datang. Kata kupu-kupu, dia senang akhirnya tidak meleset memanah untukku lagi. Jadi dia pergi memanah untuk orang lain. Rumput-rumput senyum-senyum. Katanya setelah hujan reda, mereka mau cepat-cepat menggelitik telapak kakiku dan memelukku bersama pelangi.