Sabtu, 22 Oktober 2011

Burned. Buried. Flown. And Left Behind.

Something's burned.
Something's buried.
Something's flown.
Something's just left behind.

.......


Baiklah. Kita akan bicara sedikit tentang memori. Tentang ingatan. Klasiknya, tentang kenangan.

Bagi saya yang belajar psikologi, ingatan itu akan kita catat di dalam catatan otak kita jika sesuatu yang kita catat itu berarti. Sesuatu itu harus kita anggap, setelah itu baru bisa kita ingat. Kalau tidak kita anggap, sesuatu itu akan lewat begitu saja.

Secara sederhana, sama seperti teori atensi, dari sekian banyak impuls atau rangsangan yang ada, tidak semuanya kita perhatikan atau atensi. Sesuai Bottleneck Theory yang menjelaskan tentang atensi, selayaknya leher botol, tidak semua yang dituangkan akan langsung masuk, melainkan satu-persatu secara perlahan, karena leher botol itu sempit. Dari semua impuls yang kita sensasi dan persepsi, tidak semuanya kita atensi. Hanya hal-hal tertentu yang memang memiliki bobot impuls yang lebih besar bagi diri kita yang bisa kita atensi.

Sekarang coba kita samakan dengan menulis kenangan. Menulis kisah. Kisah cinta mungkin. Bagaimana mungkin ada catatan memori yang tersimpan di otak atau bahkan hati kita, jika kisah yang kita jalani selama ini tidak kita anggap dan tidak berarti bagi kita? Berbeda dengan yang menganggap berarti kisahnya, ia akan punya banyak catatan. Dan saat semuanya berakhir, ia akan mengalami kesulitan yang lebih besar untuk menghadapi kenangan-kenangannya. Ia akan merasa lebih kehilangan daripada orang yang tidak peduli dengan kisahnya. Karena orang itu tidak akan memiliki banyak catatan memori.

Sekarang, tentang kisah yang akhirnya harus berakhir, bagi saya ada tiga cara untuk menghadapinya. Pertama, memori-memori yang ada dibakar habis sampai menjadi abu dan terbang ke atmosfer bumi. Jika itu yang terjadi, maka memori itu telah dilupakan. Kedua, memori-memori yang ada dikubur sehingga hilang dari permukaan. Jika itu yang terjadi, maka memori itu telah diabaikan. Ketiga, memori-memori yang ada diterbangkan jauh dan tinggi ke atas langit. Jika itu yang terjadi, maka memori itu telah dimaafkan. Keempat, memori-memori yang ada hanya ditinggalkan di belakang, dibiarkan begitu saja dalam keadaannya yang masih utuh seperti sebelumnya. Jika itu yang terjadi, maka memori itu beruntung untuk tidak dilupakan atau diabaikan, tapi mengerikan karena juga tidak dimaafkan.

.......


Saya pernah mengubur satu paket memori. Saya juga pernah begitu beruntung karena mampu menerbangkan paket memori lainnya ke langit. Semoga tidak ada yang hanya ditinggalkan di belakang. Terlalu mengerikan. Semoga. Ya, hanya semoga.

Kamis, 13 Oktober 2011

sweater butut itu kamu


aku melangkahkan kaki keluar rumah. aku lihat langit begitu mendung tapi aku tidak peduli. aku bahkan tidak menyiapkan mantel padahal aku akan mengendarai sepeda tua dari garasi kakek. aku dan flower dress tua selutut milik mama hanya punya sweater cokelat bututmu di keranjang sepeda yang kututupi sehelai plastik untuk berjaga dari dingin dan hujan.

aku mengayuh sepeda itu dengan cepat. entah kemana, aku juga tidak tau. aku hanya tahu aku akan mendapatkan masalah di tengah perjalanan. tapi aku terus mengayuh.

kau tahu? hujan mulai turun. aku basah kuyup. sebuah mobil dari arah berlawanan hampir saja menabrakku. bagaimana tidak, aku bahkan mengayuh dengan hampir tidak melihat jalan. aku hanya peduli dengan hujan yang telah menjadikanku kuyup namun tetap tidak mau menepi dan berteduh.

aku membelokkan stang sepedaku ke arah trotoar. bahkan tanpa mengerem. aku tidak tahu, aku hanya tidak peduli dengan diriku. aku menabrak sebuah gerobak penjual bunga keliling. gerobak itu jatuh, bunga-bunganya berserakan dimana-mana dan dilindas mobil-mobil yang lewat.

penjual bunga itu adalah seorang nenek renta. ia terjatuh dan kakinya berdarah. di pelukannya, ada seorang balita yang menangis sejadi-jadinya. aku sendiri jatuh menghantam trotoar. kepalaku tertubruk dengan keras dan hal terakhir yang aku lihat adalah tatapan sedih bercampur benci dari nenek penjual dan cucunya padaku. hal terakhir yang aku dengar adalah caci maki orang di sekitar tempatku jatuh, bercampur dengan teriakan minta tolong dan beberapa suara iba terhadapku.

*****

aku terbangun. dengan penuh syukur aku mengingat bahwa aku keluar rumah mengendarai sepeda di sore hari menjelang magrib. aku bersyukur, mengingat di kepalaku sudah terbalut perban putih yang melilit-lilit. aku rasa aku di rumah sakit. di malam hari. aku bertanya pada ibu yang sedang duduk khawatir di samping kasurku, dan aku tahu ini masih di tanggal yang sama aku keluar rumah.

aku merasa tidak begitu peduli dengan keadaanku. aku hanya peduli bahwa aku sedang mengenakan sweater bututmu. aku tidak lagi memakai dress-ku. aku rasa mereka menggantinya karena sobek dan basah. aku merasa nyaman. itu rasa paling kuat yang sekarang aku rasakan.

aku benci senja. wajahnya seperti harapan yang mati di kursi ujung taman. aku benci senja. baunya seperti daun kering yang jatuh di pojok taman, padahal taman itu penuh bunga. aku benci senja. rasanya seperti kebaikan dan terang yang tenggelam. aku benci senja. perilakunya seperti penjahat yang siap melukaiku. dan hari ini senja benar-benar melukaiku.

*****

aku pembuat onar. aku tidak peduli dengan diriku sendiri. aku bisa membuat siapa saja terluka dan membenciku. aku bisa menghancurkan diriku sendiri dan menyalahkan senja. tapi aku punya sweater cokelat butut milikmu yang selalu bisa melindungiku, menghangatkanku, membuatku merasa nyaman, dan paling tidak memelukku erat. dan sweater itu selalu bisa kupakai, walaupun baju dan diriku yang ia peluk telah terkoyak. ia tidak peduli.

Minggu, 02 Oktober 2011

diam di bahumu



aku akan memberitahukanmu sesuatu. tentang dia.

aku kenal dia. kenal baik.
dia sudah mengalami banyak hal selama ini. banyak sekali.
terlalu banyak. dan tak ada yang bisa kamu ubah.
semua itu sudah terjadi.

dia sudah melangkahkan hatinya melewati banyak jalan.
jalan raya sampai jalan setapak.
jalanan datar dan mulus sampai jalanan terjal berbatu.
dia pernah bahagia melakukannya.
dia juga pernah begitu sedih melewatinya.
pernah. ya, sebatas pernah.
semuanya telah terjadi. dan benar-benar tak ada yang bisa kamu ubah.

sekarang dia menemukanmu.
seperti menemukan rambu penunjuk jalan setelah ia lama tersesat.
sekarang dia kembali memilih bersamamu.
seperti memilih kembali pulang ke rumah dan berisitirahat dari hal lainnya.

iya, dia sakit untuk telah menjalani banyak hal sulit.
tapi sekarang kamu obat yang ia inginkan untuk membuatnya pulih.
iya, dia telah lelah berjalan sangat jauh.
tapi sekarang kamu adalah bantal dan kasur tempatnya pulang dan berbaring nyaman.

kamu mungkin datang, ada, dan merasa terlambat.
terlambat karena bersanding dengannya saat ia sudah seperti tak berbentuk.
tapi ia benar menginginkanmu, membutuhkanmu.
untuk akhirnya berhenti, diam, dan tenang.
dan ya, dia benar mencintaimu.
sekarang ia hanya ingin diam bersandar di bahumu.



..........



story soundtrack : Dewi Lestari - Curhat Buat Sahabat