Jumat, 29 November 2013

Rimba Perasaan

Aku memulai semuanya dari sebuah titik. Aku melangkahkan kakiku dan mulai menelusur liuk-liuk setapak kisah tentangmu. Berjalan terus sampai tersesat di rimba rahasiamu yang sungguh senyap. Rimba yang tak mengenal kata-kata untuk diucapkan. Aku mulai kebingungan mencari jalan pulang. Malam sudah turun dan kabut-kabut perasaan semakin pekat dan mencipta gigil bagi kaki-kakiku yang pernah patah dan enggan pulih. Lamat-lamat aku mendengar desis ular-ular hutan. Katanya, "kau seharusnya tahu di mana harus berhenti membaca halaman buku masa lalumu yang sungguh sudah tua, melapuk dan busuk, agar kau bisa berdiri di tempat yang tepat untuk memulai melanjutkan membaca halaman buku barumu." Maka aku mulai terduduk memeluk kedua lututku sendiri dan berpikir. Aku melumat renungan-renungan kosong sampai kenyang, lalu berdiri lagi. Berjalan lagi. Terus-menerus melangkahkan kaki sampai bertemu selengkung akar pohon yang serupa senyummu. Aku tak yakin bahwa aku tersangkut atau menyangkutkan kakiku, yang pasti, aku terjatuh. Lalu ular-ular hutan mulai berdesis lagi. "Kau harus terjatuh untuk dapat hidup," katanya. Maka pikiranku kembali menari liar. Aku bertanya-tanya dalam kebosananku, harus berapa kali lagi aku terjatuh? Tapi aku mulai tak peduli. Atas luka-luka jatuhku, bahkan atas kaki patahku. Maka aku terus mencintaimu. Sambil terus menghitung, berapa langkahkah yang sanggup kutempuh sebelum bertemu sumur tua tak bertepi dan berujung yang akan menelanku sampai hilang?

4/6/13
Jakarta

Selasa, 12 November 2013

Botol Kaca Air Mata

Jadi, siapa yang mau turut serta berpesta bersamaku malam ini?
Ada kesedihan yang sedang kurayakan.
Kesedihan yang tak jua selesai,
meski dirayakan setiap malam.
Setiap siang.
Setiap waktu.

Jadi, siapa yang mau turut serta berpesta bersamaku malam ini?
Kita akan berbincang semalaman,
sampai diusir matahari dan suara-suara tabah,
yang mengajak beribadah dari toa-toa masjid.
Dan kita selalu pura-pura tuli.

Aku bosan berbincang dengan tembok.
Ia tak bisa diajak meneguk bir,
dan dua-tiga tegukan lain.
Atau banyak teguk.
Supaya mabuk.

Jadi, siapa yang mau turut serta berpesta bersamaku malam ini?
Aku janjikan kembang api.
Agar kenanganmu meledak,
dan ingatanmu terbakar.
Meski tak habis.
Karena mereka justru menjelma kabut asap,
sampai kau sesak.
Masuk ke lubang hidungmu.
Ke sistem sarafmu.
Lalu membentuk lagi ingatan yang disimpan rapi,
di laci-laci otak.

Jadi, siapa yang mau turut serta berpesta bersamaku malam ini?
Aku tak mau bersenang-senang sendirian.
Air mata sudah siap di dalam botol-botol kaca di atas meja.