Selasa, 26 Agustus 2014

Gagak-gagak di Rambut Putihmu

: Mas Vik

Bulan terduduk dan matahari berlari ketika suatu pagi yang biasa turun.
Di suatu sudut dunia, deru mesin-mesin menelan jalanan bulat-bulat.
Orang-orang memakan asap dan meminum kecemasan untuk sarapan.
Sementara tanah dan udara masih sama-sama kelabu.
Dan tak ada yang beterbangan di langit.
Kecuali gagak-gagak yang hinggap manis di rambut putihmu.

Bulan terlelap dan matahari terjaga ketika suatu pagi yang biasa turun.
Di suatu sudut dunia, kokok ayam-ayam menelan setapak bulat-bulat.
Orang-orang memakan raung ternak dan meminum harapan untuk sarapan.
Sementara tanah dan udara berwarna-warni.
Namun tak ada yang beterbangan di langit.
Kecuali gagak-gagak yang hinggap manis di rambut putihmu.

Bulan mati dan matahari merayakannya ketika suatu pagi yang biasa turun.
Di suatu sudut dunia, nyanyi gagak-gagak menelan hidup bulat-bulat.
Tak ada asap, tak ada raung ternak, tak ada kecemasan, tak ada harapan.
Sementara tanah dan udara telah membaur tanpa punya definisi warna.
Dan gagak-gagak di rambut putihmu mulai beranjak beterbangan.
Lalu hinggap di sudut-sudut mata orang-orang selainmu.



Jakarta,
27/08/14
Gagak-gagak senang bermain dengan orang-orang baik

Senin, 18 Agustus 2014

Tuhan, Doa dan Bintang Jatuh

Tuhan tidak menjatuhkan bintang,
lalu menyuruhmu berdoa.

Tuhan menyuruhmu berdoa,
lalu menjelmakan tangannya sebagai sekerlip bintang,
lalu bergerak turun menangkap doamu,
lalu menggenggamnya erat-erat,
lalu menjatuhkan ampasnya.

Itu yang kau lihat sebagai bintang jatuh.





Tepian kota yang langitnya masih berbintang,
30.6.13 - 00.44



Rabu, 13 Agustus 2014

Try Doing Things for Your Own Sake

"Kalo maen kabar-kabarin lah. Biar gue nonton."
"Ah, nggak lah. Blues udah nggak 'in' lagi di Indonesia. Lagian band gue nggak layak tonton."
"Yaelah. Mau maen tinggal maen. Kayak program TV aja lo, harus sesuaiin selera pasar."


-----

Itu adalah kutipan percakapan saya dengan teman saya di suatu media sosial. Percapakan pendek yang kemudian memanjang di dalam kepala saya.

-----

Cobalah lakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Memang untuk dirimu. Dirimu sendiri. Dirimu.

Cobalah.

Saya tidak meminta kamu (dan saya sendiri) untuk melakukannya. Saya hanya meminta mencobanya.

Cobalah.

Meskipun sulit. Meskipun menurut saya sendiri, kemungkinan berhasilnya sangat tipis.

Cobalah.

Cobalah lakukan sesuatu demi dirimu sendiri. Tidak demi orang lain. Tidak demi hal lain.

Cobalah menulis karena itu melegakanmu. Bukan agar orang lain dapat membaca apa yang kautulis. Cobalah bernyanyi karena itu memuaskan rongga dadamu. Bukan agar orang lain tahu seberapa baik kamu bernyanyi. Cobalah berpakaian karena kamu merasa baik ketika mengenakannya. Bukan agar enak dilihat oleh orang lain dengan preferensi minat mereka yang berbeda-beda. Tidakkah itu akan melelahkan? Menyesuaikan diri dengan apa yang orang lain anggap baik, dimana setiap orang akan berbeda-beda pegangannya tentang apa yang dianggap baik. Atau agar sama dengan standar rata-rata orang, agar bisa diterima? Melelahkan.

Cobalah berdiri di depan cermin setiap pagi, dan temukan apa yang kauinginkan dari bayangan yang ada di depanmu itu, lalu wujudkanlah. Bukan menemukan apa yang orang lain inginkan, lalu kauwujudkan. Cobalah bekerja karena kamu merasa apa yang kamu kerjakan adalah benar untuk dirimu sendiri. Bukan untuk bosmu, bukan untuk penilaian tahunanmu, bukan untuk kenaikan gaji atau bonusmu, bukan untuk nama baikmu. Cobalah berjalan-jalan dan berpetualang, demi perasaan luar biasa yang akan kamu rasakan di dalam dirimu sendiri dari pengalaman-pengalaman yang kamu alami selama perjalanan. Bukan agar orang lain tahu kemana saja kamu pernah pergi dan apa saja yang pernah kamu alami. Bagikan pengalaman itu untuk orang lain, tapi demi dirimu sendiri. Demi kelegaan di dalam kepalamu sendiri karena telah membagi kisah untuk orang lain, yang mungkin dapat menjadi suatu pelajaran bagi mereka. Itu terserah mereka, bukan urusanmu lagi. Cobalah bermain musik karena kamu senang melakukannya. Bukan karena apa yang kamu mainkan disenangi oleh orang lain.

Kemudian cobalah mencintai orang lain untuk dirimu sendiri. Karena kamu mencintainya. Karena kamu memang mencintainya dan semuanya adalah tentangmu dan perasaanmu. Bukan karena kamu akan bersamanya. Bukan karena dia juga akan mencintaimu. Bukan karena nilai atau pola apapun yang umumnya dianut oleh semua orang. Biarkan semuanya hanya tentang dirimu. Demi dirimu sendiri. Jangan biarkan rasa memiliki merusak apa-apa yang masih polos, dengan warna-warnanya yang teramat beragam dan pekat.

Cobalah.

Saya yakin semua percobaan ini akan gagal. Karena manusia tidak diciptakan dengan konstruk seperti yang ada di dalam tulisan ini. Ada skema-skema kolektif yang menancap kuat di dalam diri kita, yang akan mengontrol segala apa yang kita lakukan (termasuk perilaku berpikir dan merasa), baik yang dikendalikan oleh kesadaran maupun ketidaksadaran kita. Ada pola-pola yang sepertinya sudah ada sejak kita masih primitif, dan pola-pola itu tidak membiarkan apa yang saya sampaikan di sini untuk dapat diaplikasikan. Dirimu adalah hasil interaksi semua elemen yang ada di dunia sekitarmu, yang berkaitan denganmu. Itu sebabnya dunia tentang dirimu sendiri adalah keniscayaan.

Tapi cobalah.

Mungkin kamu akan bisa lebih berbahagia, berada di bawah apa yang seharusnya bagi dirimu sendiri, bukan di bawah apa yang seharusnya bagi orang atau hal lain.

-----

Jakarta, 13/8/14