Minggu, 29 Juli 2012

Dua-dua


"Kamu mau jadi pacarku?"
"Iya, mau."

Oddie langsung memeluk tubuhku tanpa pikir panjang setelah aku menerima tawarannya untuk menjadikanku pacar. Lagipula untuk apa pikir panjang, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lewat. Artinya suasana di depan kosku pasti sudah sepi sehingga kita tak perlu malu, dan juga berarti aku harus menelepon penjaga kos dengan sedikit melancarkan serangan rayuan genit agar ia mau membukakan pintu kos supaya aku bisa masuk.

Malam ini langit agak mendung. Tidak banyak bintang bertaburan. Hanya ada bulan sabit yang menggendut dan hampir mencapai setengah purnama yang sedikit kabur tertutup awan. Malam ini, terhitung sudah sekitar tiga bulan setelah aku mulai dekat dengan Oddie dan akhirnya resmi menjadi kekasihnya. Malam ini, terhitung sudah sekitar tiga bulan setelah Oddie mulai membuatku jatuh cinta terus-menerus setiap hari oleh segala hal yang dilakukannya padaku. Malam ini, terhitung sudah sekitar tiga bulan setelah aku mulai membiarkan hatiku terjun indah ke dalam genggaman Oddie, bukan genggaman orang lain, karena memang bukan hanya dia satu-satunya laki-laki yang mendekatiku dalam tiga bulan terakhir ini.

.....

Hari ini mendung seperti biasanya cuaca sebulan belakangan. Sudah hampir pukul dua siang, aku kelaparan, dan malah terjebak di pos satpam parkiran kampus ketika akan pulang. Aku sedang mengacak-ngacak saku celanaku dari kiri sampai kanan, depan sampai belakang, mencari-cari di mana STNK yang harus kutunjukkan ke petugas parkir ketika Milla yang mengendarai motornya mendekat dan memasuki lajur keluar pos parkiran kampus di sebelahku.

"Kelar kuliah apa, Mil? Mau langsung pulang?"
"Kognitif, Gi. Iya nih. Paling cari makan dulu terus pulang."
"Makan bareng aja yuk."
"Eh... Hmmm...."
"Iya ya? Yuk!"
"Eh, iya yuk."

Sekilas saat keluar dari parkiran, aku melihat Oddie yang sedang menatap tajam dan tidak terima padaku dari kejauhan di depan hall, yang kemudian diiringi oleh tepukan-tepukan halus di bahunya oleh Arya, teman dekatnya, seperti sedang membujuk dan menguatkannya. Aku melaju motorku dengan kecepatan rendah menyusuri boulevard kampus, diikuti Milla dari belakang dan berhenti di sebuah rumah makan di daerah depan kampus.

"Kita makan bakso aja ga apa-apa kan? Adem gini pasti enak."
"Iya bener, Gi."
"Eh, kamu udah jadian sama Oddie ya?"
"Eng... Eh... Hmm, iya, Gi."
"Kapan jadiannya?"
"Hmmm... Hampir seminggu yang lalu."

Aku tersenyum. Sudah sekitar tiga bulan yang lalu aku mendekati Milla. Sebulan terakhir memang hubungan kita justru merenggang. Milla semakin menjauh dan terlihat lebih sering menghabiskan waktu bersama Oddie. Aku bisa menerima semuanya dengan baik. Lagipula Oddie sendiri adalah salah satu teman dekatku. Teman dekat yang pada akhirnya mengecewakanku, bukan karena merebut gebetanku, melainkan karena belakangan aku tahu dia sering menjelek-jelekkanku di depan Milla demi untuk mendapatkan hatinya dan mengalahkanku.

Aku tersenyum sekali lagi membayangkan sosok Oddie. Aku tidak pernah berpikir bahwa ini adalah persaingan.

.....

Oddie mengunjungiku di kosku sore ini. Aku menyambut kedatangannya dengan girang. Bukannya menunjukkan kegembiraan yang sama, ia justru tampak murung dan cenderung marah. Aku membiarkannya duduk, lalu duduk di sampingnya. Awalnya kita hanya terdiam. Entah apa yang kurasakan. Mungkin kecewa karena dia tidak menunjukkan kebahagiaan yang sama sepertiku saat kita bertemu sore ini. Mungkin sedih karena dia hanya diam dan aku tak tahu harus berbuat apa. Mungkin juga takut dia tidak suka aku makan siang bersama Irgi tadi siang dimana aku tidak menganggap hal itu adalah sesuatu yang besar.

"Kamu kenapa?"
"Kamu ga usah pergi-pergi sama Irgi."
"Aku sudah tahu pasti soal itu. Aku cuma makan siang. Dengan seorang teman."
"Terserah. Asal tidak dengan Irgi."
"Ya..."

Aku harus melalui suatu sore yang tidak mengenakkan. Sore yang membuatku tidak nyaman ketika hubunganku dengan Oddie bahkan belum genap satu minggu. Irgi memang salah satu laki-laki lain yang aku maksud juga mendekatiku selain Oddie selama tiga bulan belakangan ini. Memang bukan hanya mereka berdua, tapi mereka berdualah yang memiliki kualitas dan kuantitas paling besar dalam konteks hubungannya denganku.

Semuanya berawal dari sebuah angkringan yang menjadi tempatku dan teman-temanku sering mengisi perut dengan sajian-sajiannya yang sederhana dan murah namun mengenyangkan dan enak. Tempat itu juga menjadi tempat di mana Oddie yang notabene merupakan teman dekat Irgi, serta teman-teman mereka yang lainnya, juga sering menghabiskan malam, mengobrol dengan diselingi bergelas-gelas kopi. Bapak penjual makanan di angkringan itulah yang pada akhirnya menjadi tokoh kunci yang berperan sebagai pengirim salam dan penyebar nomor handphone anak-anak kuliah pelanggan setianya yang sedang saling bertukar modus.

Dari sanalah mulanya aku mulai dekat dengan Oddie maupun dengan Irgi. Dan seperti inilah keadaan yang terjadi sekarang. Memang benar tidak mengenakkan.

.....

Aku sedang memandang layar komputerku dengan khidmat, berkutat dengan game yang sedang seru kumainkan, ketika aku mendengar ada yang datang ke kos. Suara Oddie terdengar, lalu diiringi oleh suara wanita yang aku tahu adalah Milla. Tidak lama kemudian setelah menyapa anak kos lain yang ditemui oleh mereka, pintu kamarku diketuk. Tanpa menunggu aku menyahut dan membukakan pintu, pintu kamarku dibuka perlahan oleh Oddie.

"Gi, udah makan belom? Mau nitip ga?"
"Oh, udah kok, Die. Tadi sama Tomi ama Oki."
"Ya udah kalo gitu. Aku keluar bentar ya. Mau ambil harddisk di tempat Hans. Kamu tunggu di sini aja ya, Sayang. Santai aja sama anak-anak ini."
"Iya, Yang."

Oddie segera berlalu meninggalkanku dan Milla setelah percakapan singkat denganku yang ia buat seakan polos dan damai, meskipun aku tahu keadaannya sebenarnya tidak sepolos dan sedamai basa-basinya tadi. Milla memilih tetap di kamarku karena hanya aku yang paling ia kenal di antara teman-temanku dan Oddie yang lain di kos ini. Aku berpura-pura tetap fokus pada permainanku meskipun sesungguhnya aku tidak tega melihat Milla kebingungan harus berbuat apa. Dia hanya diam menyebarkan pandangannya keliling kamar, memperhatikan sudut-sudut kecil kamar, dan sesekali memainkan handphone yang aku tahu hanya merupakan pelarian.

"Kalian dari mana, Mil?"
"Abis dari bawah beli charger-an handphone."
"Oh..."
"Hmm..."
"Kamu kenapa milih Oddie?"
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Cuma ingin tahu."
"Kamu tidak terima?"
"Aku tidak bilang begitu. Apa aku tampak seperti itu?"
"Lalu kenapa kamu harus menanyakan hal seperti itu? Apa mungkin kamu berpikir aku orang tidak tahu diri yang seenaknya mengecewakanmu?"
"Omonganmu semakin jauh."
"Lalu apa?"
"Aku tidak kecewa denganmu. Aku kecewa dengan Oddie."
"Sekarang kamu menyalahkan Oddie?"
"Dengar, aku mendekatimu lebih dulu. Dan dia terus menjatuhkanku di hadapanmu. Iya kan?"
"Dia tidak menjatuhkanmu. Dia hanya terus-menerus mengungkit kenyataan tentang dirimu yang memang buruk."
"Apa?"
"Bahwa kamu punya pacar dan masih saja mendekatiku. Apa yang ada di dalam pikiranmu sampai masih bisa berniat mendekatiku padahal kamu punya pacar?"
"Karena aku memang suka padamu."
"Kamu memang laki-laki kurang ajar!"
"Iya, aku memang kurang ajar. Sekarang aku akan mengungkapkan kekurangajaran yang lain padamu."
"Apa?"
"Oddie juga sesungguhnya punya pacar sebelum mendekatimu dan masih ia pertahankan sampai sekarang!"
"..."




Kamis, 26 Juli 2012

kesakitan kesakitan



Tak ada patah hati yang tak sembuh. Hanya saja ada beberapa patah hati yang berusaha disembuhkan dengan sengaja menciptakan kesakitan-kesakitan lainnya.

.....

Di tengah perjalanan tahun ketiga hubungan percintaanku dengan seorang laki-laki yang aku rasa akan selamanya menguasai sebagian besar hatiku, aku menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Ya, di tahun ketiga hubungan yang sudah entah seperti apa bentuknya. Tahun ketiga hubungan yang sudah terisi berbagai kejadian yang entah baik, entah buruk. Tahun ketiga hubungan yang telah membuat aku, dan sesungguhnya kita berdua, memforsir segenap daya hati untuk menjalaninya. Dan ya, dia masih menguasai sebagian besar tempat di dalam hatiku.

Aku telah lelah. Aku tahu dia pun sama. Kita akhirnya sampai pada titik di mana kita enggan memperbaiki kerusakan yang ada, bahkan dengan berkelahi sekalipun, dan memilih menciptakan ruang hampa. Ruang hampa yang dipenuhi diam di antara kita berdua namun masih riuh dengan perasaan sayang yang meronta-ronta karena dibungkam keadaan. Kita menciptakan ruang hampa tanpa mengakhiri hubungan, sekedar karena tak tahu lagi apa yang sebaiknya di lakukan. Dan aku memilih melakukan hubungan terlarang dengan orang lain.

"Kamu tahu ini salah?" Aku membuka percakapan.
"Ini sudah terlanjur terjadi. Lagipula aku benar mencintaimu." Katanya.

Aku terdiam lama sembari duduk di sampingnya. Aku tahu hubungan ini salah karena aku masih berstatus pacar orang. Di samping itu, ada sesuatu yang lebih buruk dari masalah statusku, yaitu ketika hatiku sendiri memang masih dipenuhi sosok orang lain. Pada beberapa waktu aku merasa aku memang menyayanginya, namun pada waktu lainnya aku paham bahwa aku hanya mencari pelarian atas kehancuranku pada dirinya. Aku tahu pelarian ini akan menyakitiku dan dia sekaligus. Aku bahkan tahu cepat atau lambat dia akan pergi dariku dengan luka, meninggalkanku dengan luka atas kepergiannya, serta luka sebelumnya yang memang hanya sementara aku alihkan kepadanya.

Aku memeluknya. Dan di dalam pelukan itu, aku menerima pesan dari seorang laki-laki yang aku tahu masih berkeliaran kesana-kemari di dalam ruang hatiku meski aku berada di dalam pelukan orang lain.

"Aku minta maaf. Ayo kita perbaiki sekali lagi."

Aku menangis di dalam pelukannya tanpa ia pernah paham apa dan siapa yang sesungguhnya aku tangisi.

.....

Aku rasa benar jika orang sering mengatakan bahwa apa yang sudah rusak tidak akan sempurna lagi meskipun telah diperbaiki sedemikian rupa. Hubunganku berakhir. Berakhir dengan keadaan hatiku yang masih sama terkoyak, namun juga masih sama dipenuhi oleh sosoknya. Bukan cuma hubungan yang telah kujalani sekitar tiga tahun itu yang berakhir, namun juga hubungan terlarangku yang hanya menjadi tempat pelarian. Ya, dia akhirnya meninggalkanku dan mungkin mencari hati lain yang lebih kosong dan lapang untuknya menempatkan diri. Bukan di hatiku yang sudah penuh sesak dengan sosok satu orang yang sama selama beberapa tahun belakangan.

Aku menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Seseorang yang telah menyediakan dada bidangnya untuk aku sandari dan basahi dengan air mata saat aku melewati jalan kehancuran yang sesungguhnya dari hubunganku sebelumnya. Aku menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Seseorang yang sesungguhnya adalah kekasih teman dekatku. Maka dengan demikian, aku sedang menjalankan misi penghancuran dua hati lain selain hatiku saat ini.

"Aku boleh menginap lagi malam ini?" Tanyaku.
"Tentu saja, aku dan semua milikku ada untukmu." Jawabnya.

Aku tahu pelarian kali ini akan kembali berakhir. Berakhir dengan meninggalkan reruntuhan hatiku, hatinya dan hati pacarnya. Aku akan hancur lagi setelah melarikan diri dari kehancuran sebelumnya. Aku bahkan akan merusak kehidupan dua orang lagi cepat atau lambat. Dan ya, aku hanya bisa bersandar pada dirinya sampai sekitar tiga bulan sampai ia akhirnya memilih kembali ke pacarnya setelah pacarnya sakit hati karena tahu hubungan rahasia yang kita jalani.

.....

Sudah lima bulan setelah terakhir aku menjalin hubungan dengan laki-laki. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan teman-temanku sekarang. Aku rasa aku memang butuh kesendirian agar tak lagi-lagi merusak keadaan. Entah keadaanku atau keadaan orang lain. Meskipun dalam kesendirian itu aku harus menderita seorang diri karena tak ada tembok sandaran yang bisa aku jadikan pelarian dari sakit hatiku. Beberapa kali secara impulsif aku hampir kembali menjerumuskan diri pada kisah-kisah yang sudah terlihat akan kacau bahkan sebelum dimulai. Tapi tidak, aku memang harus sendiri.

Sesungguhnya aku mulai mencintai orang lain. Seorang sahabat dekat yang lebih dari itu telah aku anggap saudaraku sendiri. Satu dari beberapa orang-orang terbaik dalam hidupku yang telah selama ini menemani dan mengiringi hidupku.

"Ayo temenin beli titipan-titipan mama sebelum mudik lebaran." Aku menerima pesan singkatnya.
"Sekarang? Mandi dulu bentar." Balasku.
"Buruan! Aku jemput nih."

Aku bergegas berbenah diri dengan senyum tersungging lebar. Tapi tidak kali ini, pikirku. Aku takkan melakukan apa-apa. Aku takkan menggerakkan tanganku untuk menyentuh satu hal lagi yang mungkin akan aku hancurkan seperti biasanya. Jika aku harus mencintainya, aku hanya akan mencintainya. Tak ada lagi mengejar, meraih dan kemudian mungkin merusak pada akhirnya. Jika kesakitanku harus sekali lagi aku sembuhkan dengan menciptakan kesakitan-kesakitan lainnya, tidak dengan dirinya. Tidak dengan orang yang pada sebagian besar waktu telah menyelamatkanku dan menjadi rumah tempatku pulang dari hal-hal yang menyeramkan di luar sana.

Mungkin aku hanya akan menanti. Menanti diselamatkan olehnya sekali lagi. Menanti diselamatkan dalam skala besar untuk tak lagi menjerumuskan diri ke dalam jurang-jurang curam, selamanya. Menanti diselamatkan untuk menanggalkan ketidakwarasanku dan menjadi manusia normal. Menanti diselamatkan oleh satu kecupan lembutnya di dahiku dan usapan lembut tangannya pada rambutku ketika ia memelukku.

.....

Jumat, 20 Juli 2012

sempurna, lalu apa?


Lalu apa setelah kamu sempurna?

Kembali pada pernyataan bahwa tidak ada sesuatupun yang sempurna di dunia ini. Pernyataan itu kemudian bisa direvisi menjadi kesempurnaan sekalipun belum tentu dapat menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan.

Kamu mungkin adalah sesosok diri yang sempurna. Tapi apakah hidupmu sempurna? Kamu mungkin cantik, berpenampilan menarik, cerdas, berwawasan luas, berbakat, memiliki lingkungan sosial yang luas, mudah berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain, dan memiliki kepribadian menarik. Tapi apakah hidupmu sesempurna itu? Apa kamu mampu mendapatkan apa-apa yang sesungguhnya kamu inginkan dan butuhkan? Apa kamu mampu menangani apa-apa yang terjadi di dalam hidupmu sebaik mungkin sehingga tak ada yang bisa mengganggu kewarasanmu atau sampai membuatmu menyesal? Kamu mungkin memiliki sesosok diri yang sempurna. Tapi apakah kamu mampu menciptakan hidup yang juga sempurna bagi dirimu sendiri?

Aku rasa tidak.

Kamis, 19 Juli 2012

Endapan



pada suatu titik dia akhirnya merasa dia selalu mampu merusak apapun yang ia sentuh.

.....

dia tak paham bahwa tidak semua orang pernah mengalami pengalaman-pengalaman sebanyak dan setragis yang pernah ia alami. ia kuat, namun dengan begitu ia tak paham bahwa tidak semua orang sekuat dirinya. ia pikir segala sesuatu bisa dengan mudah menjadi baik-baik saja sesaat setelah segalanya tidak baik-baik saja. padahal pada kenyataannya, jangankan sesaat setelah segalanya tidak baik-baik saja, bertahun-tahun setelah itupun belum tentu.

dia bisa dengan mudah menyapu serpihan-serpihan kotoran yang berhamburan di lantai hatinya, biasanya kumpulan serpihan hati miliknya dan milik orang lain, mengumpulkannya di pojokoan dengan menggali sedikit permukaan lantainya sehingga terkesan terkubur. setelah itu ia akan kembali bersemangat menyentuh hati-hati baru yang cepat atau lambat akan mengalami ritual 'pembersihan dan penguburan' yang sama. ketika yang berhamburan dan yang dibersihkan itu termasuk serpihan hati miliknya, ia bisa dengan mudah membentuk miliknya yang baru.

tumpukan kotoran di pojokan hati itu hanya dibuat tampak terkubur. sesungguhnya kotoran itu mampu kembali muncul dengan mudah dan bertebaran di mana-mana bahkan ketika sekedar ditiup angin. lama-kelamaan hatinya menjadi keruh. meskipun begitu ia bisa mendiamkannya sampai mengendap di dasar lagi. entah apa yang akan terjadi jika timbunan kotoran itu terus dikoleksi olehnya. entah akan seberapa keruh hatinya di kemudian hari.

tidak banyak dari kotoran yang dibersihkan itu pada akhirnya bisa terurai di dasar tanah hati dan menghilang. butuh kerjasama dan kerja keras dari kedua pihak yang serpihan hatinya sama-sama mengotori. butuh kerjasama dan kerja keras oleh dirinya sendiri dan orang lain. sedangkan kenyataannya, pada sebagian besar waktu, hanya ia yang mampu menyelesaikan tugasnya, tidak orang lain. itu sebabnya kotorannya tetap tertinggal.

.....

pada suatu titik ia begitu takut untuk menyentuh hati-hati lainnya karena hatinya sendiri sudah terlalu keruh. butuh waktu yang cukup lama agar kotoran-kotoran itu kembali mengendap di dasar sehingga hatinya jernih. atau butuh kerjasama mereka untuk menguraikan kotoran itu sampai hilang. namun tetap saja, tak semua orang bisa seperti dirinya.

Sabtu, 14 Juli 2012

Perasaan yang Sungsang


mencintaimu membuatku terbalik. sebut saja sungsang. posisi tepat seperti yang suka aku peragakan ketika aku sakit kepala atau terlalu bosan berguling-guling di atas kasur. kamu pasti tahu. posisi dimana kepala sampai badanku terbentang mendatar horisontal, dan sampai batas pantat ke ujung kaki kunaikkan ke dinding membentuk sudut siku-siku tubuhku. lihat saja cover buku Djenar Maesa Ayu dengan judul 1 Perempuan 14 Laki-laki kalau ingin paham.

mencintaimu seperti melakukan aksi tidur sungsang. setengah normal dan setengah abnormal, serta membuatku merasa terbolak-balik. meskipun pada waktunya posisi itu merupakan pelarian yang nyaman. pada beberapa waktu aku merasa bingung apa yang harus aku lakukan, pada beberapa waktu lainnya aku merasa melakukan apa yang tak biasanya aku lakukan, dan pada beberapa waktu sisanya lagi aku merasa melakukan apa yang tidak sebaiknya aku lakukan. meskipun pada waktunya mencintaimu tetap menyenangkan.

aku perempuan yang tidak bisa membiarkan hatinya menganggur, tidak bisa sepertimu yang bisa menelantarkan hatimu sampai karatan. aku perempuan yang akan mengejar apa yang dia inginkan, tidak sepertimu yang bisa tenang dan santai menghadapi apapun dan tidak suka pada apa-apa yang berlebihan. aku perempuan yang terlalu terbuka, tidak sepertimu yang punya tembok tinggi penangkal serangan rasa dari luar maupun dari dalam dirimu sendiri. sejujurnya aku tak tahu bagaimana caranya mencintaimu dengan baik.

kemudian aku merasa seperti sedang dalam posisi sungsang. kadang sakit kepalaku bahkan sembuh karena seluruh darah dialirkan ke otak, namun lama-kelamaan kakiku keram kehabisan darah dan menjadi tidak betah. aku tak tahu posisi ini baik atau tidak. aku tidak tahu mencintaimu adalah hal baik atau tidak.


Jumat, 13 Juli 2012

Cadung Bibirmu


Kamu pernah tahu kalau kamu tampan?
Kamu boleh menanyakan padaku kalau kamu memang tidak tahu, karena aku yang paling tahu.

Seperti yang aku pernah tuliskan tentang bibirmu yang terus merah dan basah meski tak putus menghisap dan menghembuskan asap rokok, aku juga selalu ingat tatapan matamu yang tajam dan sering tidak ramah.

Meski begitu aku tahu kamu baik. Baik sekali. Aku tahu kamu lebih perhatian dan peka dibandingkan teman-teman kita yang lain. Aku tak punya banyak teman yang bisa kuajak berkomunikasi dan saling memahami tanpa kata, dan kamu termasuk salah satu di antaranya.

Aku suka hidungmu. Memang tidak mancung, tapi proporsional. Paling tidak kokoh dan pas untuk menahan kacamata yang hampir tidak pernah kamu tanggalkan.

Aku suka rambutmu. Aku suka poni-poni tipis yang menutupi dahimu. Kadang poni-poni itu menjadi tidak tipis ketika kamu lama tidak mengunjungi tukang cukur. Hampir setiap sebelum tidur di malam yang biasanya lebih cenderung pagi, aku memupuk keinginan untuk bisa mengusap-usap kepala dan rambutmu setiap saat aku ingin, dan menggaruk-garuk kulit kepalamu dengan halus sampai kamu tertidur di pangkuanku.

Beralih dari wajahmu, aku suka tubuhmu. Iya, aku suka lelaki kurus seperti yang sudah sering kuungkapkan. Aku rasa aku akan betah memelukmu lama-lama. Aku juga merasa aku akan lebih betah dipeluk olehmu, bahkan tersangkut di dalamnya dan tak bisa lepas. Pada banyak waktu aku melihat tubuhku ada di dalam rangkulan lenganmu tepat di saat aku mengamatimu.

Kembali lagi saja ke bibirmu, bagian tubuh yang setidaknya paling suka aku bicarakan. Aku suka sekali saat bagian itu menarik kedua sudutnya dan menyunggingkan senyum. Aku suka pada beberapa waktu ketika bekas aroma rokok keluar melalui nafas dari bibirmu ketika kamu sedang tidak merokok.

Singkatnya, maka demikianlah aku mengagumi dirimu. Tepatnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan dirimu yang memang mudah dikagumi.

Rabu, 11 Juli 2012

Memutar Momen



pernahkan kamu merasa ingin memutar waktu dan kembali pada momen-momen tertentu yang pernah kamu alami dan mengubah sesuatu dari momen itu? seberapa sering kamu mengalaminya? beberapa kali sehari atau beberapa kali seminggu atau beberapa kali sebulan? beruntunglah bagi kalian yang mengalaminya lebih jarang dari opsi-opsi frekuensi di atas, karena saya bisa mencapai level beberapa kali sehari ketika otak saya sedang bekerja dalam taraf kesibukan berpikir yang tergolong sangat sibuk.

pada banyak waktu ketika saya sibuk berpikir kemudian memahami dan merenungi semua hal yang ada di dalam hidup saya, saya ingin kembali memutar waktu dan mengubah satu atau dua hal kecil yang mungkin akan mempengaruhi semuanya. pada titik itu saya ingin memiliki kemampuan seperti Evan dalam The Butterfly Effetcts namun tanpa harus mengalami simptom semacam gangguan jiwa dan juga tanpa harus mengalami kejadian yang terlalu tragis sepertinya. saya hanya ingin mengubah hal-hal kecil yang sesungguhnya ketika tidak diubah pun hidup saya baik-baik saja, tidak seperti Evan. banyak momen dalam hidup saya yang ketika saya lihat ke belakang, saya menemukan beberapa hal yang seharusnya saya lakukan tapi sayangnya tidak saya lakukan. maka benarlah ada kalimat seorang bijak yang mengatakan penyesalan adalah bukan tentang menyesali apa yang kita lakukan, melainkan apa yang tidak kita lakukan.

setelah satu atau dua kehancuran yang saya alami baru-baru ini tentang cinta, saya kini pulang dan menghabiskan banyak waktu di pelukan teman-teman yang membuat saya menyesali betapa minimnya waktu yang telah saya habiskan bersama mereka. mengingat seberapa berartinya keberadaan mereka sebagai saudara yang senantiasa menyelamatkan saya dari hal-hal yang akan melumat saya sampai habis, saya merasa mereka pantas mendapatkan kalkulasi waktu terbanyak untuk dihabiskan bersama dibandingkan dengan orang-orang lain. tapi seperti itulah, saya hanya sesosok tubuh yang sedang menapak pada tanah masa kini dan yang saya permasalahkan barusan adalah tanah masa lalu yang sudah ditinggalkan.

cerita di atas hanya satu dari sekian banyak (sekali) hal-hal yang saya ingin ubah. saya selalu berandai-andai, tentang masa depan maupun masa lalu. andai saya bisa suatu saat nanti memeluk gebetan saya dengan lengan yang penuh aliran rasa sayang. andai saya dulu tidak mengambil kuliah psikologi. masih banyak lagi pengandaian lainnya yang terkumpul acak-acakan di dalam kardus-kardus bekas di dalam gudang pikiran. pengandaian itu lebih banyak masuk ke dalam folder berlabel masa lalu memang. pengandaian itu tidak hanya tentang saya, tapi juga orang lain. andai saya bisa masuk dalam kehidupan A dengan lebih dalam dan intens sejak dulu agar dia tidak menghabiskan seluruh daya hatinya hanya dengan B sehingga berdampak pada keadaan A sampai sekarang. andai saya tidak hanya sibuk dengan hal A, serta bisa melakukan hal B, C, D, dan lainnya. andai saya bisa berlaku selayaknya A dan tidak memiliki pribadi seperti B dan mengalami hal C bukannya D.

kata menyesal mungkin bukan pilihan yang tepat. hal-hal ini hanyalah pemikiran sederhana yang hadir pada banyak waktu namun tidak banyak berarti. hal-hal ini hanya sebuah konsep dengan kuantifikasi yang tinggi dan kualifikasi yang rendah. hal-hal ini hanyalah pemikiran-pemikiran yang tidak melibatkan aspek emosional seperti perasaan. jadi ini bukan menyesal. semua akan kembali pada konsep yang berbunyi 'semua orang sudah memiliki porsinya masing-masing dalam segala hal' dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan serta konsep 'live your life' dan tidak ada yang perlu dipedulikan.

life happens. like a balloon, once it broke, it'll never be fixed.

Jumat, 06 Juli 2012

Lelaki Pukul Dua Malam

Pukul dua malam.

Dia memulai pertumpahan rasa dengan rangkulan hangat yang tak terduga.
Dia menajamkan tatapannya yang berucap tentang begitu banyak arti.
Dia mengeratkan dekapan tubuhnya dan menyandarkan cinta tak kasat mata.
Dia membuat lautan cinta menguap ke udara dan terus dihirup dalam-dalam.
Dia mengusir dingin dengan hembusan nafas yang dekat dan menderu.

.....

Setiap pukul dua malam.

Dia mengalirkan rasa yang semakin tak sanggup dibendung.
Dia merobohkan tanggul hati yang sudah tebal dibangun sakit hati yang lalu.
Dia melantunkan nada-nada cinta sampai tebal mengepul di udara.
Dia memenuhi ruang kamar yang kosong dengan bayang kehadirannya.
Dia menciptakan imaji pelukan yang erat mendekap dalam gelap.

.....

Lelaki pukul dua malam.

Membuat rasa yang tercipta seakan memerankan tokoh kekasih gelap yang duduk dalam jarak di kursi taman ketika siang, namun mendekat dan mengendap masuk jendela ketika pukul dua malam.
Membuat rasa yang mulai mengalir tak terkendali terasa hadir dengan begitu nyata dan selalu membabi buta ketika pukul dua malam.

Lelaki pukul dua malam.

Sosoknya bukanlah kekasih gelap, hanya saja rasa yang diramunya sampai sempurna selalu matang dan tumpah ruah dari tungku hati setiap pukul dua malam.

Selasa, 03 Juli 2012

hujan bintang

pada awalnya aku tiba di sebuah pantai.
melangkah mendekati batas garis ombak.
terduduk memeluk lutut dan menatap lurus ke depan, bergantian ke atas.

ada lautan berombak besar-besar yang pecah dengan lebar terbentang di depan mata.
kemudian berubah menjadi selembar potongan roti raksasa yang sedang diolesi selai oleh Tuhan.
pelan-pelan meratakan gulungan selai ombak di atas selembar pasir dengan pisau angin.
ada langit hitam pekat penuh bintang di atas kepala.
kemudian kilauan titik-titik langit malam itu bergerak turun dan berubah menjadi garis-garis vertikal.
jatuh satu-satu membasahi wajah seperti hujan kristal.

ada lautan berombak besar-besar yang pecah dengan lebar terbentang di depan mata.
ombaknya lalu menjadi selimut yang tergulung naik.
menghangatkan bayi pasir pantai yang kedinginan.
ada langit hitam pekat penuh bintang di atas kepala.
lama-kelamaan titiknya bergerak ke kanan, kiri, depan, dan belakang tapi tidak jatuh ke bawah.
menjadi jutaan kecebong neon di air langit yang biru tua.

ada lautan berombak besar-besar yang pecah dengan lebar terbentang di depan mata.
terlihat seperti bumi yang sedang mengoleskan krim malam berwarna putih.
meratakannya ke seluruh permukaan wajah pantai tipis-tipis.
ada langit hitam pekat penuh bintang di atas kepala.
langit malam tak punya krim untuk merawat diri.
wajah langit hitam dan ditaburi banyak jerawat yang bersinar dari kejauhan.

.....

pada awalnya aku tiba di sebuah pantai.
melangkah mendekati batas garis ombak.
terduduk memeluk lutut dan menatap lurus ke depan, bergantian ke atas.

pada akhirnya laut dan bintang membentuk suatu gas kimia berbahaya yang asin dan berkilau.
gas itu tanpa sadar tertelan mulutku yang sedang menguap.
lalu memadat di pangkal tenggorokan sampai-sampai aku sulit menelan ludah.
reseptor saraf yang menerima sinyal keracunan mengirimkan muatan positif-negatif listrik ke hati.
lalu aku tersenyum namun berusaha keras menahan dan tidak ketahuan.

.....

"ada sesuatu yang baiknya terurai di antara kita yang sedang berdiri basah kuyup di tengah hujan bintang yang terasa seasin air laut."


Kukup Beach, Gudung Kidul, Yogyakarta