Jumat, 28 Maret 2014

Pantai di Dalam Kepalaku dan Gunung di Dalam Kepalamu

Kita akan hilang.
Bersama-sama.

Kita akan naik di atas atap rumahku,
atau rumahmu.
Berbaring masing-masing.
Bersisian.

Aku dengan pantai di dalam kepalaku.
Kau dengan gunung di dalam kepalamu.

Kita akan bersama-sama mendongengkan hikayat tentang bintang,
untuk satu sama lain.
Sembari bernyanyi.
Sembari menari.
Sembari berpelukan.

Lalu langit akan menurunkan tangannya untuk mengambil kita.
Dalam wujud pohon kacang polong raksasa,
yang tak ada orang dapat melihatnya selain kita.
Dan kita akan mulai memanjatinya.

Sampai tiba di angkasa luas di atas sana.
Tempat di mana tebar bintang bukan lagi sekadar hikayat.

Lalu tangan langit hilang.
Menyusut.
Dan kita tak pernah bisa kembali,
dari tersesat pada kebahagiaan.



Jakarta,
30 12 13

Sabtu, 22 Maret 2014

Bintang Terbang

Bintang tidak jatuh di sini, Sayang
Ia tahu persis tak akan ada yang mau menangkapnya

Bahkan langit malam hilang ingatan

Sampai lupa warna diri sendiri
Ia terus membenturkan kepalanya ke tembok petir
Sampai darah keluar melalui hujan
Lalu ia bercermin di wajah tanah
Yang juga terus menangis sesenggukan

Tapi kau harus mengangkat dagumu, Sayang
Mendongakkan kepala menatap wajah langit
Yang hitam dan muram
Akan kau temukan cahaya bergerak pelan sekali
Bukan jatuh, tapi terbang
Ketika itu kau berkenalan dengan harapan

"Kalau tidak ada bintang jatuh,
tetaplah menatap langit
Akan ada pesawat terbang
Cahayanya bergerak lebih lama,
maka kamu bisa melafalkan
doa yang lebih panjang"



Satu dari sekian keluhan tentang Jakarta
Jakarta, 18/6/13, dini hari

Kosong

Gelisah-gelisah serupa kawan lama
Akrab dan terasa tak pernah ke mana-mana

Kelelahan-kelelahan serupa rumah
Berdiri di ujung jalan yang tak pernah habis ditapaki

Cemas-cemas serupa tembok kamar
Yang terakhir ada ketika tak ada lagi apa-apa

Ketiadaan-ketiadaan serupa malam
Muara pencarian setelah sepanjang hari bersinar



Jakarta,
4/10/13
Dua lewat sekian dini hari

Lagi

Malam lagi
Dengan kesepian-kesepian yang sungguh setia berkawan agar perasaannya tak sendirian
Dengan luka-luka yang bersikeras enggan sembuh dan enggan tampak sekaligus

Pulang lagi
Melewati lorong-lorong gelap yang meski riuh, tapi tak sudi berjabat tangan
Melewati suara-suara teriakan dari sudut entah, sudut tergelap di dalam diri

Kesakitan lagi
Ada dosa-dosa yang berkenan dilepaskan ke langit tempat hukuman dijatuhkan
Ada kesalahan-kesalahan yang perlu tumbal untuk dapat dibenarkan

Kematian lagi
Kabar-kabar dari pengantar jasad yang juga hidup menunggu jasadnya diantar
Kabar-kabar yang merayakan dirinya dengan suara-suara rendah kesedihan



Jakarta,
15/5/13