Rabu, 30 Maret 2011

tentang takdir



"aku jatuh cinta."
"pada siapa?"
"Takdir."

...

dulu aku menemukannya. bukan mencarinya. aku melihatnya di antara keramaian jenisnya dan dulu ia hanya seperti sebuah kertas bekas yang diremas dan tergeletak di pinggir jalan. terabaikan. lama kelamaan angin bertiup semakin kencang dan kertas itu tergerak semakin dekat ke arahku. aku memungutnya dan kertas itu ternyata cek bernilai puluhan milyar rupiah. berharga. entah apa yang mendorongku memungutnya. entah apa yang mendorongku memilihnya dan bukan salah satu dari banyak hal lain yang tergeletak di hadapanku, bahkan yang tertiup angin mengarah padaku. aku juga tak pernah paham, bagaimana bisa ia ternyata berharga. mungkin itu takdir.

...

ya, takdir. bagiku takdir itu tak tergaris lurus. ia berbelok. ia juga bercabang. bahkan kita butuh bolak balik melewati satu garis takdir yang sama. takdir itu senyawa dalam masa depan. bagiku masa depan terdiri dari senyawa takdir yang telah tergaris. ditambah senyawa apa yang telah kita lakukan, entah usaha, pilihan, atau apapun.

bagiku dia takdir. lalu apa yang sudah dia gariskan? sejauh ini kebahagiaan. tawa tak berjeda. dan ketakutan akan kehilangannya. itu garis yang mampu kubaca selama ini. lalu besok? jangan tanyakan tentang masa depan. dan atau garis masa lalu dalam pertanyaan serupa 'bagaimana bisa?'. karena aku tak mampu membaca garis tentang itu. aku tidak paham dan aku tidak mau paham.

dia takdir. seperti teoriku, aku tau dia punya saatnya untuk berbelok. mungkin juga dia memilih bercabang. atau bolak balik. ia bukan garis lurus milikku. dia bukan garis lurus untukku. dia tak lurus. seperti teoriku, dia pilihan. dia usaha. usaha luar biasa untuk setidaknya memahamkan isi bumi bahwa aku begitu menginginkannya. begitu tergila gila padanya. dia pilihan dan usaha yang sejatinya adalah bagian dari takdir. takdir bahwa aku memilihnya. takdir bahwa aku mengusahakan segalaku untuknya.

dia takdir. aku dulu memungutnya dalam visi yang begitu jelas bahwa dia adalah segenggam kenangan luar biasa yang sekarang juga akan kugenggam dan akan kugenggam selamanya. saat itu aku merasa tak memungut takdir. aku memungut kenangan. kenangan yang sudah kuyakini sejak pertama aku menyentuhnya, bahwa ia akan kubawa pulang. kusimpan dengan rapi dalam kotak kecil acak acakanku. dengan harapan besar aku juga akan disimpan di kotak kecil miliknya dan semoga aku tidak mengacak acak disana. ada lemari besar di dalam kotak kecilku. aku percaya ia akan selamanya disitu. dan meskipun ia akan punya banyak teman disana, ia akan kutempatkan paling depan. paling mudah terlihat.

dia takdir. apapun yang kunikmati sekarang, apapun yang telah terjadi dan akan terjadi, aku percaya itu takdir. aku percaya dia akan kunikmati selamanya meskipun pada akhirnya hanya dalam bentuk kenangan. entah kenapa, memang dalam wujud kenangan aku melihatnya untuk pertama kali. dia takdir yang mengantarkan takdir luar biasa bagiku. luar biasa yang takkan berubah menjadi tidak. sampai kapanpun akan luar biasa.

...

dulu dia mendekat padaku saat ada angin kencang bertiup menggerakkannya. setelah angin itu, pasti turun hujan berteman dengan ramai dan garangnya petir. menakutkan. menghanyutkan semuanya, termasuk dia. dan sampai saat dia tiada, aku bisa selalu menemukannya. tidak sulit. dia indah dan mudah ditemukan. dia ada di dalam sana. masih rapi di kotak kecilku yang akan semakin acak acakan. kotak kecil itu hatiku.

...

"aku jatuh cinta."
"pada apa?"
"pada takdir yang dia antarkan padaku, pada takdir yang mampu kunikmati sekarang, kusyukuri, dan akan selalu kukenang indah."




jangan pernah percaya fiksi!

Jumat, 25 Maret 2011

semacam anak perempuan dan ayah :')


papa, aku tidak akan men-share-kanmu kemana mana. tidak ke project "anak perempuan dan ayah". aku tidak akan men-share-kanmu kemana-mana. tidak! kamu milikku dan takkan pernah kubagi untuk siapapun kecuali mama.

***

papa, harus bagian mana yang kuceritakan? bagian wajahmu yang selalu disebut-sebut sangat mirip dengan milikku? atau sebaliknya aku yang mirip denganmu? bagian mana, papa? apa bagian kamu mengantarkan seorang anak kecil keriting berkepang dua dengan pita pink membuat pas fotonya yang pertama sebagai syarat masuk ke TK dengan latar belakang biru tua yang kamu pilihkan? atau bagian kamu memaksa-maksaku berfoto denganmu, dengan seragam SMA-ku saat aku pertama kali memakainya padahal aku sudah terlambat untuk upacara 17-an di SMA baruku?

papa, harus kisah mana yang kuceritakan pada mereka? kisah tentangmu yang tak pernah merelakanku pulang sekolah naik angkot sendiri padahal semua teman sebayaku sudah melakukannya? atau bagian kamu tak pernah langsung sampai di rumah, melainkan berkeliling sampai ke luar kota hanya karena anak keras kepalamu yang tak pernah mau tidur siang akhirnya tertidur di dalam mobil setelah kamu jemput dari sekolah? mungkin juga kisah kita yang selalu makan eskrim bersama dan harus Conello, katamu, karena itu sehat, dan sampai saat ini aku hanya bisa tersugersti olehnya. kisah yang mana, papa? atau bisa saja kisah dimana aku selalu menangis tersedak-sedak hanya karena menatapmu sedang duduk dengan sarung dan sweater sepulang sholat magrib di mesjid dekat rumah? saat itu masaku kebingungan dengan perubahan hidup besar, beralih dari SMA ke kuliah dan mulai pergi dari sisimu.

papa, mau yang mana yang kuceritakan? apakah tentang dirimu yang selalu membangunkanku sekolah dengan air panas untuk mandi yang sudah kamu siapkan serta segelas madu hangat yang wajib kuteguk sebelum aku diserang dingin dan lembab kamar mandi di pagi hari? atau tentang roti dan susu serta seragam yang sudah kamu siapkan saat aku keluar dari kamar mandi beserta teriakan-teriakan yang memakasaku mempercepat gerakanku agar tidak terlambat ke sekolah saat kamu sedang memanaskan mobil untuk mengantarku? atau tentang kamu yang selalu menyempatkan diri menjemputku dan makan siang bersamaku dan mama meskipun sedang rapat dengan menteri sekalipun?

papa, yang mana yang mau kuceritakan? aku sudah menghabiskan belasan tahun denganmu, bagaimana caranya aku bisa mengikhlaskanmu suatu saat kelak? kamu sudah memelukku erat selama belasan tahun, bagaimana bisa kamu tidak mau tinggal dan menyaksikan klimaks perjuanganmu selama ini terproyeksikan pada diriku? kamu harus menyaksikannya, karena kamu tak boleh hanya menunggu 8 tahun untuk menyaksikan kelahiranku yang satu-satunya, kamu harus menyaksikan penantianmu melakukan sesuatu untukmu. papa, aku mungkin mau menangis lagi. entah apa yang bisa kuceritakan atau kusampaikan padamu, karena takkan pernah habis!

***

papa, tunggu! jangan kemana-mana! jangan! jangan pernah! ajak mama diam bersamamu dan jangan pernah kalian berdua kemana-mana! ini bukan permintaan papa, ini perintah!

bukan kehilangan inspirasi
sehingga hilang, diam dan sepi
tapi terlalu banyak yang terjadi
bertumpukan menindih hati

dan bagaimanapun keadaannya yang tertindih beban
kamu ada disana, tak pernah bisa kemana-mana
berdiri tegak di puncak tumpukan

karena apapun itu,
semuanya tentangmu...
dan tentang tak bisa melepaskanmu!