Rabu, 25 Mei 2011

ruang tunggu


"kita. setahun. selamat."

aku menekan lagi tombol 'back' dan memilih tidak memasukkan pesan tadi ke draft. tidak penting. apa artinya kuantitas dibandingkan kualitas? apa artinya jumlah waktu kita bersama dibandingkan hebat rasa yang tertampung dalam hatiku? untuk apa aku mengirim pesan singkat untuk mengingatkanmu seberapa lama kita telah bersama kalau hati kita selalu lebih mampu saling memberitahu satu sama lain bahwa mereka terikat kuat.

.....

ini sudah setahun. dan semua masih sama. aku masih duduk di ruang tunggu. ruang tunggu hatimu. menunggu kepastian. kadang keadaan membuatku harus keluar dari ruang itu dan kembali pulang ke rumah. lelah dan beratnya segala sesuatu yang harus kulalui di dalam ruang itu membuat aku melangkah mundur, menuju pintu keluar dan mencari nyenyak di tempat tidurku yang nyaman di rumah agar bisa memulihkan kekuatanku untuk kembali ke ruang tunggu itu. dan memang selalu begitu. aku dan hebat hati serta rasaku selalu mampu terbangun dengan kondisi paling prima untuk kembali berlari menuju ruang tunggu hatimu. aku selalu mampu menggerakkan kakiku secepat mungkin untuk kembali memasuki pintu ruangan itu dan kembali terombang-ambing.

tempat itu memang ruang tunggu. selayaknya pergi ke dokter, aku harus menunggu giliran dan mematuhi urutan. karena sudah ada orang di dalam ruangan dokter yang sedang diperiksa. sama saja seperti ruang hatimu. aku harus mengantri. karena sudah ada orang lain di dalam. tak apa, aku disini mendampingimu meskipun tidak dalam satu ruangan. aku ada untukmu. aku sabar menanti seperti selayaknya pasien yang harus menunggu demi kesehatannya sendiri. aku menanti demi rasaku padamu yang sudah tidak mampu dan sudah terlalu terlambat untuk kumuarakan ke tempat lain. rasa ini sudah meluap, di ruang tunggu ini, bukan di tempat lain, dan memang tak bisa lagi dipindahkan ke tempat lain. aku tidak peduli karena kamu selalu menyapa balik rasaku. aku tau kamu di dalam sana mendambakanku untuk akhirnya masuk dan menjadi satu-satunya, karena aku tau pasti tak ada pasien lain lagi setelahku yang mengantri.

.....

aku senang malam ini. waktu seperti biasa aku bisa mencicipi kesempatan untuk bersamamu. waktu yang selalu aku nikmati di antara berbagai halangan yang membatasinya. bukan karena makan malam yang enak, tapi memang karena luapan rasaku yang membutuhkan tampungan bisa bertemu hati penampungnya. aku senang malam ini. waktu seperti biasa aku justru mampu menguatkan rasaku atasmu bersamaan dengan aku merasakan ketidakpastian antara kita yang selalu memecahkan perang antara egoku yang bersebrangan. yang satu untuk memilikimu seutuhnya dan yang satu untuk menerimamu bagaimanapun keadaannya.

"sudah setahun ya kita berhubungan."
"ya, aku tau."
"tumben ga ada ucapan selamat kali ini."
"tadinya ada, tapi kubatalkan. untuk apa?"
"........ maafkan aku."
"untuk apa?"
"cuma ini yang bisa kuberikan padamu. seadanya. jauh dari seutuhnya."
"berapa kali aku harus menjelaskan kalau aku tidak peduli. bagiku hati adalah segalanya. dan hatiku memilih menjalani semua ini."
"maaf..."
"hatiku sudah puas dengan semua ini. aku tak peduli apa keadaannya."
"kamu memang berarti. akan ada saat kamu mendapatkan yang utuh dariku."
"ya, terima kasih untuk itu kalau begitu."

.....

"selamat setahun lima bulan."

untuk kesekian kalinya kalimat itu aku sebut dalam hati hari ini. tadi malam aku bertemu pacarmu. saat aku sedang bersamamu. aku tak pergi dan mengalah karena aku tau aku pantas. lagipula batinmu kukuh menguatkanku untuk tinggal. tak banyak kata yang terucap. semuanya canggung. mungkin aku harus berterima kasih atas kecanggungan itu karena jika beku itu mencair sedikit saja, mungkin akan mencipratkan luka dan babak belur kecil-kecilan di teras rumahmu. tapi untuk apa juga berterima kasih pada kecanggungan, toh aku tidak peduli jika memang akhirnya ada sedikit darah dan memar yang muncul. walaupun akhirnya memang hanya beku. tapi entah mengapa malam itu aku pulang dengan perasaan menang tanpa pernah benar-benar bertarung.

.....

aku duduk tenang di sudut kesukaanku dalam ruang tunggu hatimu. menikmati secangkir kopi kental sambil samar melihat pintu masuk ke ruang hatimu terbuka. tapi pasien sebelumku belum juga keluar. aku agak lelah, tapi hari ini aku tak memilih pulang ke rumah dan mencari nyenyak. aku rasa aku masih sanggup sedikit lagi bertahan di ruang ini dalam waktu ini.

aku fokus memandangi kota yang sibuk di luar jendela. saat itu aku sedang meneguk dua teguk terakhir kopi yang tersisa dalam cangkirku dan aku mendengar ada yang menutup pintu keluar ruang tunggu dengan sedikit membanting marah. aku mengarahkan pandanganku ke sudut lain. sudut dimana ada pintu masuk kehatimu. kulihat pintu itu terbuka lebar. ada cahaya menyilaukan dari dalam sana dan sosok luar biasamu yang berdiri tersenyum padaku di sana. saat itu aku tau aku takkan lagi melalui pintu keluar dan pulang karena kelelahan. lagipula aku tau kini aku melangkah berpindah selamanya dari ruang tunggu itu.

.....


inspired at : Panhegar Burjo, May 24 2011, about 8-9 pm
written at : Kamar Gelap, May 25 2011, about 01.30 am

Sabtu, 07 Mei 2011



"Tuhan, kali ini aku minta hati. Hati untuknya. Tidak usah yang mampu merasa sehebat milikku, Tuhan. Paling tidak seperti yang banyak orang miliki."

BAJINGAN!

orang sebut mereka bajingan. wanita begitu mudah mencintai mereka dan wanita lah yang paling mudah menyebut mereka bajingan.

padahal mereka hanya pria. pria yang terlalu mendalam menjalani peran kodratnya. pria yang terlalu jujur memamerkan peran kodratnya. pria yang terlalu jujur bahkan di depan para wanita dalam memainkan kodratnya. kodrat mereka sebagai 'pemilih' atau yang berhak memilih siapapun dengan cara bagaimanapun, dalam perbandingannya dengan kami wanita sebagai 'yang dipilih'. kodrat mereka sebagai yang diciptakan dengan skala 1, dalam perbandingannya dengan kami wanita yang diciptakan dengan skala 4. kodrat mereka sebagai nahkoda yang mengendalikan, dalam perbandingannya dengan kami wanita sebagai kapal yang menyediakan.

mereka semua sama dalam jenis mereka. mereka punya kodrat yang sama. hanya saja yang kamu sebut bajingan itu yang punya integritas paling tinggi terhadap kodratnya. mereka yang kamu sebut bajingan itu yang mungkin justru lebih baik kualitasnya dari mereka yang memakai topeng kodrat dan kalian sebut baik. mereka hanya penjelajah samudera yang gemar bersinggah, yang memiliki keyakinan bahwa suatu saat mereka akan berlabuh di pelabuhan termegah.

dan semoga mereka semua memang punya keyakinan akan pelabuhan termegah itu. semoga tak ada satupun dari mereka yang berkeyakinan untuk terus berlayar meski telah menyinggahi pelabuhan megahnya.

Rabu, 04 Mei 2011

berbalik...

aku selalu dibalakangmu selama ini. berlari, berjalan, diam, merangkak, dan kembali berlari, tergantung apa yang kamu lakukan. yang pasti aku selalu di belakangmu.

kini sungguh aku ingin berhenti. diam dan berbalik. lalu menunggumu sadar. lalu menikmati kepanikanmu. kalau bisa aku ingin berlari. lalu merayakan langkah berat larimu yang sekarang justru dibelakangku. lalu menertawai napasmu yang sampai sesak memohon. memohon padaku untuk berhenti berlari, karena kamu lelah mengejar. memohon agar tak perlu ada depan-belakang, tapi berdampingan.

menyebutmu, menyebutku.


aku akan tidur. seperti biasa aku menyebutmu terlebih dahulu. tidak namamu, tapi kamu. sosokmu dan semua tentangmu. aku menyebutmu. menyebutmu dengan hati, melebihi sekedar dengan otak. menyebutmu seakan-akan tak ada ujung akhirnya. hanya ada ujung mulainya, dan ujung itu ada dimana saja dan kapan saja.

aku mau tidur. aku akan menyebutmu telebih dahulu. menyebutmu dalam detik pejamku, menyebutmu dalam detik jagaku, bahkan menyebutmu dalam masa mimpiku juga dalam masa sadarku. aku menyebutmu. seperti sekarang. seperti kata-kata yang sedang kuramu dengan hampir 10 jari tanganku menari di atas tombol-tombol huruf. begitulah aku menyebutmu. menyebutmu bahkan saat titik ini ditekan.

.....

"aku dulu juga begitu. pas aku sama Nara ke dokter kan..."
"oh iya iya!"

maaf aku memotong. aku bosan. rasanya aku akan memotong nadi lehermu atau nadi pergelangan tangan kiriku kalau kamu meneruskan kalimat-kalimatmu itu. pilih saja kamu mau aku potong yang mana?

.....

"aku ga suka kamu kesana!"
"makin lama makin banyak maumu. tolong hargai aku. dulu pas sama Nara aja cuma gara-gara..."
"BRUK!!!"

aku membanting pintu kamar dengan tenaga paling luar biasa yang pernah aku punya. membanting sampai hampir mematahkan hidungmu. pilih saja, mau hidungmu yang patah atau tulang kakiku yang patah. aku muak.

.....

"kamu tak pernah disakiti. hanya menyakiti."
"cuma Nara orang yang pernah menyakitiku."
"PLAK!!!"

maaf aku menamparmu. maaf ujung bibirmu sampai meneteskan sejenis cairan merah kehidupan. maaf setelah itu aku hilang. hilang dibunuh diriku sendiri. leherku dicekik rasaku atasmu sampai hilang. mungkin mati.

.....

Nara. nama yang selalu kamu sebut. kamu bandingkan dengan setiap kecil variabel hidupmu. kamu ingat dalam kondisi yang paling tak mungkin. dia yang pernah menyakitimu. satu-satunya diantara puluhan yang kausakiti. satu-satunya yang disesali diantara puluhan yang kau buat sesal. satu-satunya yang memberimu keburukan diantara puluhan yang menjadikanmu raja.

sekarang pilih saja. pilih satu-satunya pilihan yang kusediakan ini. pilih aku menyakitimu. mencabik organ paling tak nyata yang kamu punya, organ yang orang sebut hati karena punya mereka nyata. pilih aku membunuh sisa jiwa yang kamu punya. pilih aku torehkan luka yang takkan mampu dokter siapapun obati. pilih aku menganiaya hatimu itu sampai menjadi keping dan bahkan akan kuhilangkan keping-kepingnya sampai kamu tak pernah bisa menemukan apalagi menyatukannya lagi.

pilih, sayang! aku mencintaimu. jika dia membuatmu sakit sampai bisa selalu kaulafalkan, maka aku akan menghancurkanmu sampai bentukmu seabstrak hatimu. agar kamu bisa terus menyebutku seperti aku selalu menyebutmu. agar kamu bisa menyebutku seperti bayi idiot yang tidak bisa bicara kecuali menyebut ibunya, dan kamu menyebutku. aku mencintaimu, sayang!

.....