Kamis, 26 Juli 2012

kesakitan kesakitan



Tak ada patah hati yang tak sembuh. Hanya saja ada beberapa patah hati yang berusaha disembuhkan dengan sengaja menciptakan kesakitan-kesakitan lainnya.

.....

Di tengah perjalanan tahun ketiga hubungan percintaanku dengan seorang laki-laki yang aku rasa akan selamanya menguasai sebagian besar hatiku, aku menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Ya, di tahun ketiga hubungan yang sudah entah seperti apa bentuknya. Tahun ketiga hubungan yang sudah terisi berbagai kejadian yang entah baik, entah buruk. Tahun ketiga hubungan yang telah membuat aku, dan sesungguhnya kita berdua, memforsir segenap daya hati untuk menjalaninya. Dan ya, dia masih menguasai sebagian besar tempat di dalam hatiku.

Aku telah lelah. Aku tahu dia pun sama. Kita akhirnya sampai pada titik di mana kita enggan memperbaiki kerusakan yang ada, bahkan dengan berkelahi sekalipun, dan memilih menciptakan ruang hampa. Ruang hampa yang dipenuhi diam di antara kita berdua namun masih riuh dengan perasaan sayang yang meronta-ronta karena dibungkam keadaan. Kita menciptakan ruang hampa tanpa mengakhiri hubungan, sekedar karena tak tahu lagi apa yang sebaiknya di lakukan. Dan aku memilih melakukan hubungan terlarang dengan orang lain.

"Kamu tahu ini salah?" Aku membuka percakapan.
"Ini sudah terlanjur terjadi. Lagipula aku benar mencintaimu." Katanya.

Aku terdiam lama sembari duduk di sampingnya. Aku tahu hubungan ini salah karena aku masih berstatus pacar orang. Di samping itu, ada sesuatu yang lebih buruk dari masalah statusku, yaitu ketika hatiku sendiri memang masih dipenuhi sosok orang lain. Pada beberapa waktu aku merasa aku memang menyayanginya, namun pada waktu lainnya aku paham bahwa aku hanya mencari pelarian atas kehancuranku pada dirinya. Aku tahu pelarian ini akan menyakitiku dan dia sekaligus. Aku bahkan tahu cepat atau lambat dia akan pergi dariku dengan luka, meninggalkanku dengan luka atas kepergiannya, serta luka sebelumnya yang memang hanya sementara aku alihkan kepadanya.

Aku memeluknya. Dan di dalam pelukan itu, aku menerima pesan dari seorang laki-laki yang aku tahu masih berkeliaran kesana-kemari di dalam ruang hatiku meski aku berada di dalam pelukan orang lain.

"Aku minta maaf. Ayo kita perbaiki sekali lagi."

Aku menangis di dalam pelukannya tanpa ia pernah paham apa dan siapa yang sesungguhnya aku tangisi.

.....

Aku rasa benar jika orang sering mengatakan bahwa apa yang sudah rusak tidak akan sempurna lagi meskipun telah diperbaiki sedemikian rupa. Hubunganku berakhir. Berakhir dengan keadaan hatiku yang masih sama terkoyak, namun juga masih sama dipenuhi oleh sosoknya. Bukan cuma hubungan yang telah kujalani sekitar tiga tahun itu yang berakhir, namun juga hubungan terlarangku yang hanya menjadi tempat pelarian. Ya, dia akhirnya meninggalkanku dan mungkin mencari hati lain yang lebih kosong dan lapang untuknya menempatkan diri. Bukan di hatiku yang sudah penuh sesak dengan sosok satu orang yang sama selama beberapa tahun belakangan.

Aku menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Seseorang yang telah menyediakan dada bidangnya untuk aku sandari dan basahi dengan air mata saat aku melewati jalan kehancuran yang sesungguhnya dari hubunganku sebelumnya. Aku menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Seseorang yang sesungguhnya adalah kekasih teman dekatku. Maka dengan demikian, aku sedang menjalankan misi penghancuran dua hati lain selain hatiku saat ini.

"Aku boleh menginap lagi malam ini?" Tanyaku.
"Tentu saja, aku dan semua milikku ada untukmu." Jawabnya.

Aku tahu pelarian kali ini akan kembali berakhir. Berakhir dengan meninggalkan reruntuhan hatiku, hatinya dan hati pacarnya. Aku akan hancur lagi setelah melarikan diri dari kehancuran sebelumnya. Aku bahkan akan merusak kehidupan dua orang lagi cepat atau lambat. Dan ya, aku hanya bisa bersandar pada dirinya sampai sekitar tiga bulan sampai ia akhirnya memilih kembali ke pacarnya setelah pacarnya sakit hati karena tahu hubungan rahasia yang kita jalani.

.....

Sudah lima bulan setelah terakhir aku menjalin hubungan dengan laki-laki. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan teman-temanku sekarang. Aku rasa aku memang butuh kesendirian agar tak lagi-lagi merusak keadaan. Entah keadaanku atau keadaan orang lain. Meskipun dalam kesendirian itu aku harus menderita seorang diri karena tak ada tembok sandaran yang bisa aku jadikan pelarian dari sakit hatiku. Beberapa kali secara impulsif aku hampir kembali menjerumuskan diri pada kisah-kisah yang sudah terlihat akan kacau bahkan sebelum dimulai. Tapi tidak, aku memang harus sendiri.

Sesungguhnya aku mulai mencintai orang lain. Seorang sahabat dekat yang lebih dari itu telah aku anggap saudaraku sendiri. Satu dari beberapa orang-orang terbaik dalam hidupku yang telah selama ini menemani dan mengiringi hidupku.

"Ayo temenin beli titipan-titipan mama sebelum mudik lebaran." Aku menerima pesan singkatnya.
"Sekarang? Mandi dulu bentar." Balasku.
"Buruan! Aku jemput nih."

Aku bergegas berbenah diri dengan senyum tersungging lebar. Tapi tidak kali ini, pikirku. Aku takkan melakukan apa-apa. Aku takkan menggerakkan tanganku untuk menyentuh satu hal lagi yang mungkin akan aku hancurkan seperti biasanya. Jika aku harus mencintainya, aku hanya akan mencintainya. Tak ada lagi mengejar, meraih dan kemudian mungkin merusak pada akhirnya. Jika kesakitanku harus sekali lagi aku sembuhkan dengan menciptakan kesakitan-kesakitan lainnya, tidak dengan dirinya. Tidak dengan orang yang pada sebagian besar waktu telah menyelamatkanku dan menjadi rumah tempatku pulang dari hal-hal yang menyeramkan di luar sana.

Mungkin aku hanya akan menanti. Menanti diselamatkan olehnya sekali lagi. Menanti diselamatkan dalam skala besar untuk tak lagi menjerumuskan diri ke dalam jurang-jurang curam, selamanya. Menanti diselamatkan untuk menanggalkan ketidakwarasanku dan menjadi manusia normal. Menanti diselamatkan oleh satu kecupan lembutnya di dahiku dan usapan lembut tangannya pada rambutku ketika ia memelukku.

.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar