Kamis, 13 Oktober 2011

sweater butut itu kamu


aku melangkahkan kaki keluar rumah. aku lihat langit begitu mendung tapi aku tidak peduli. aku bahkan tidak menyiapkan mantel padahal aku akan mengendarai sepeda tua dari garasi kakek. aku dan flower dress tua selutut milik mama hanya punya sweater cokelat bututmu di keranjang sepeda yang kututupi sehelai plastik untuk berjaga dari dingin dan hujan.

aku mengayuh sepeda itu dengan cepat. entah kemana, aku juga tidak tau. aku hanya tahu aku akan mendapatkan masalah di tengah perjalanan. tapi aku terus mengayuh.

kau tahu? hujan mulai turun. aku basah kuyup. sebuah mobil dari arah berlawanan hampir saja menabrakku. bagaimana tidak, aku bahkan mengayuh dengan hampir tidak melihat jalan. aku hanya peduli dengan hujan yang telah menjadikanku kuyup namun tetap tidak mau menepi dan berteduh.

aku membelokkan stang sepedaku ke arah trotoar. bahkan tanpa mengerem. aku tidak tahu, aku hanya tidak peduli dengan diriku. aku menabrak sebuah gerobak penjual bunga keliling. gerobak itu jatuh, bunga-bunganya berserakan dimana-mana dan dilindas mobil-mobil yang lewat.

penjual bunga itu adalah seorang nenek renta. ia terjatuh dan kakinya berdarah. di pelukannya, ada seorang balita yang menangis sejadi-jadinya. aku sendiri jatuh menghantam trotoar. kepalaku tertubruk dengan keras dan hal terakhir yang aku lihat adalah tatapan sedih bercampur benci dari nenek penjual dan cucunya padaku. hal terakhir yang aku dengar adalah caci maki orang di sekitar tempatku jatuh, bercampur dengan teriakan minta tolong dan beberapa suara iba terhadapku.

*****

aku terbangun. dengan penuh syukur aku mengingat bahwa aku keluar rumah mengendarai sepeda di sore hari menjelang magrib. aku bersyukur, mengingat di kepalaku sudah terbalut perban putih yang melilit-lilit. aku rasa aku di rumah sakit. di malam hari. aku bertanya pada ibu yang sedang duduk khawatir di samping kasurku, dan aku tahu ini masih di tanggal yang sama aku keluar rumah.

aku merasa tidak begitu peduli dengan keadaanku. aku hanya peduli bahwa aku sedang mengenakan sweater bututmu. aku tidak lagi memakai dress-ku. aku rasa mereka menggantinya karena sobek dan basah. aku merasa nyaman. itu rasa paling kuat yang sekarang aku rasakan.

aku benci senja. wajahnya seperti harapan yang mati di kursi ujung taman. aku benci senja. baunya seperti daun kering yang jatuh di pojok taman, padahal taman itu penuh bunga. aku benci senja. rasanya seperti kebaikan dan terang yang tenggelam. aku benci senja. perilakunya seperti penjahat yang siap melukaiku. dan hari ini senja benar-benar melukaiku.

*****

aku pembuat onar. aku tidak peduli dengan diriku sendiri. aku bisa membuat siapa saja terluka dan membenciku. aku bisa menghancurkan diriku sendiri dan menyalahkan senja. tapi aku punya sweater cokelat butut milikmu yang selalu bisa melindungiku, menghangatkanku, membuatku merasa nyaman, dan paling tidak memelukku erat. dan sweater itu selalu bisa kupakai, walaupun baju dan diriku yang ia peluk telah terkoyak. ia tidak peduli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar