Kamis, 13 Januari 2011

aku kangen.


aku kangen. aku lihat senyumnya di setiap sudut kamar. aku cium aroma tubuhnya di setiap hela napas. aku dengar tawanya di setiap kedipan mata. aku lihat wajah semua orang menjadi wajahnya. aku dengar suara setiap orang seperti suaranya. aku mencium wanginya di harum parfum semua orang.

aku berlebihan. aku berlebihan atau terlalu peka? aku terlalu peka atau orang lain tidak peka? yang aku tau dia terbayang seperti Ivan Pavlov atau Federic Skinner atau siapalah penguasa teori perilaku atau teori stimulus-respon. dia bahkan menyalahi teori karena sekarang dia adalah segala stimulus yang kuindera sekaligus segala respon yang kuhasilkan. dia menyalahi teori karena bahkan tidak ada modifikasi perilaku yang bisa diterapkan untuk mengubah perilakuku tentangnya, karena memang semua perilakuku hanya tentang dia. tak ada pengkondisian yang bisa menyelamatkanku dari rindu memeluk hangatnya, karena itu satu-satunya pengkondisian yang aku butuhkan untuk sembuh dari kegilaan.

aku keterlaluan. rasaku keterlaluan. memang benar. dia sudah seperti setiap potong puzzle dalam dunia yang kulihat. dia dimana-mana. rasaku sudah seperti material vulkanik yang beberapa bulan lalu terus menerus dimuntahkan Merapi. sudah seperti lumpur isi perut bumi yang sejak bertahun-tahun lalu menyembur di Sidoarjo dan menciptakan lautan pekatnya sendiri. dia sudah seperti luapan air laut raksasa yang menggulung Oktober lalu di Mentawai. ah... apalah. rinduku memang sudah seperti air yang meluap dan tumpah ruah dari sebuah ember dan keran airnya masih tidak bisa dimatikan.

aku dramatis. dia dan sosoknya yang tak tampak yang membuatku begini. bagian bumi yang kupijak bahkan sudah menjadi teritori daerah 4 musim. hari ini aku terbagun dan melihat keluar jendela lalu merasa semua daun telah berubah cokelat dan berguguran. dialah kuantitas daun gugur itu. kemarin aku bangun dan merasakan dingin menusuk seakan halaman depan sudah putih tertutup salju. dialah setiap butir salju yang jatuh itu. besok lusa aku terbangun dan mencium harum bunga, rumput, dan bahkan tanah yang begitu segar dengan suara burung berbulu biru seakan bernyanyi langsung di atas kepalaku. dialah jumlah bunga yang mekar itu. besok aku bangun dan menedang-nendang selimut jauh-jauh karena gerah dengan sengatan silau matahari yang tajam. dialah kuat dan tajam silau cerah itu.

aku hanya kangen. aku ingin sosoknya. sosoknya yang nyata di depanku. sekarang ini juga. kalau tidak aku semakin menggila. dan itulah keahliannya. membuatku gila dan tergila-gila. entah apa yang dia punya. entah apa yang telah aku susun sendiri dalam otak dan pikiranku sampai membentuk rasa seperti ini untuknya.

"aku ke rumahmu ya?"
"sekarang?"
"ya terserah kamu. kamu dimana?"
"aku lagi ngurus perpanjangan stnk. sejaman lagi ya?"
"iya. kasi tau aja kalo udah di rumah"

Tuhan, TERIMA KASIH. terima kasih telah mengamini segala kebutuhan dan keluhanku. terima kasih atas segala kesempatan.

dalam kurang dari 5 menit lagi aku pasti sudah selesai mengunci pintu kamar, mengeluarkan motor dari garasi, dan pergi. kenyataannya matahari terlalu terik bertahta selama beberapa jam di siang ini dan uap-uap air tak sanggup lagi saling memikul di atas sana. putih mereka berubah menjadi kelabu. kelabu itu melebar dan menutupi biru yang masih tersisa. tak sampai sempat aku mendapatkan 5 menit yang aku butuhkan, transformasi benda laut yang menjadi benda langit itu secara bergerombol dan tanpa jeda segera berubah lagi menjadi benda bumi. membasuh seluruh isi bumi. deras. pekat. tanpa ampun.

kakiku tercegat melangkah melewati 1 garis tipis pembatas kamarku dan halaman. memang tipis. dan setipis itu keterlambatanku. membuat rindu yang ada masih dramatis, masih berlebihan, masih keterlaluan. Tuhan, terima kasih. kelabu-Mu masih indah kok. hanya saja rasaku sekarang menjelma menjadi wujud sore ini. sepekat langit, sederas hujan, setajam kilat, semenggelegar petir, seluas sebaran genangan air.

aku masih kangen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar