Minggu, 06 Januari 2013

Satu Surat Lagi Yang Tak Pernah Disampaikan

I'm glad to have you back.

Aku menulis surat ini di dalam kepalaku selagi kamu mengelap jari-jarimu yang habis kaucelupkan ke dalam kopi-cokelat panas di celana jeans-ku. Sambil tertawa karena sukses mengerjaiku yang kesal dan sibuk menjauhkan kaki dari jangkauan tanganmu.

Beberapa bulan tanpa kehadiranmu dalam proporsi yang pas seperti yang biasanya aku miliki, bukanlah bulan-bulan yang berat. Keadaanku baik-baik saja tanpa bantal di kamarmu yang selalu menampung air mata dan ingusku, dan tanpa lengan-lengan panjangmu yang selalu kuanggap rumah untukku pulang. Tetapi ketika semua itu kembali malam ini, aku tak pernah merasa selega dan sesenang ini.

Aku selalu mampu berkomunikasi dengan matamu, dan aku senang malam ini dapat kembali berbicara kepadanya. Aku bisa menemukan kehangatan yang selalu mampu menjadi tempat duduk yang nyaman berlama-lama aku tempati di tatapanmu. Tak peduli tatapan-tatapan itu tersembunyi di balik lensa kacamatamu, atau pudar di antara kantukmu. Aku tahu malam ini mereka kembali kepadaku, dan aku tak pernah merasa selega dan sesenang ini.

Selamanya kita akan berakhir bersama. Paling tidak sepeti itulah yang kuharapkan. Kita akan selamanya menjadi keluarga beranggotakan manusia-manusia yang tak pernah berbagi satu darah dan gen yang sama. Meskipun di matamu, ada sorot yang selalu mampu meledakkan kembang api, lalu menaburkan percikannya ke dalam hatiku. Setelah itu, aku akan menulis satu surat cinta lagi yang tak akan pernah kusampaikan kepadamu, seperti surat ini.

Di atas segalanya, aku senang bisa memilikimu kembali setelah konflik bodoh yang hanya bisa meninggikan tembok egomu dan menenggelamkanku dalam diam. Aku tak tahu rasanya bisa sebahagia ini untuk bisa kembali kepada bantal dan pelukanmu, rumah tempatku pulang dan membaringkan seluruh keletihanku.

Aku menuliskan surat ini di dalam kepalaku pada detik dimana aku menemukanmu tertawa di atas pecahnya tawaku untuk satu hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar