Kamis, 03 Januari 2013

Perenung-perenung Pinggiran Jalan Raya




Isi kepala mereka serupa jalanan ibukota pukul lima sore. Antrian kendaraan padat hampir tak merayap sama-sama ingin sampai ke tujuan. Pikiran-pikiran mengantri, sama-sama ingin keluar. Lewat batang kepala, lalu turun menembus saluran pernapasan, ke arah tenggorokan, lalu naik lagi ke rongga mulut, dan akhirnya dituangkan lewat bibir. Berkelok memang. Sama saja dengan jalan pulang dari kantor ke rumah. Atau ke cafe-cafe untuk berkumpul dengan teman. Atau ke hotel-hotel untuk bergumul dengan yang tidak sah.

Jika bukan berupa pikiran-pikiran yang seperti lengkungan panjang mobil-mobil yang diam dan terhambat untuk segera sampai di tempat tujuan, isi kepala mereka akan berupa perasaan-perasaan. Perasaan yang tidak pernah sempurna ditransformasikan menjadi pikiran yang layak ditempatkan di dalam kepala, karena seperti itulah persyaratan sebuah perasaan dapat keluar sebagai sebuah perkataan. Isinya luka yang tak bersedia sembuh atau bahagia yang porsinya tidak pas.

Mereka tidak butuh atap atau tikar untuk menjadi lebih peka dari batas standar kepekaan manusia pada umumnya. Mereka hanya butuh bentangan aspal yang lebar dan panjang di hadapan mereka, yang di tengahnya ada garis putih putus-putus marka jalan yang telah sepi. Mereka hanya butuh jalanan dini hari. Jalanan sepi dengan deretan lampu oranye remang yang beberapa di antaranya mungkin mati. Mereka hanya butuh jalan raya yang tak boleh ramai seperti isi kepala mereka.

Mereka tidak butuh pantai atau gunung untuk merenung dan mencerna perkara kehidupan. Mereka hanya butuh isu-isu politik untuk dihujat. Atau fakta-fakta ilmu pengetahuan untuk diperdebatkan. Atau perihal-perihal agama untuk dipertanyakan. Atau paling tidak sebundel kenangan dan harapan untuk sekedar disuarakan lantang-lantang di antara kesadaran yang semakin melemah. Mereka hanya butuh beberapa cangkir teh atau kopi yang lama-kelamaan biasanya berubah menjadi botol-botol bir. Mereka hanya butuh beberapa kepala dengan isi serupa dan mau diajak bicara.

2 komentar: