Jumat, 05 September 2014

Book Review: The Man Who Mistook His Wife for a Hat


Sesungguhnya ini bukan review. Ini ringkasan suka-suka.

Buku 327 halaman ini berisi tentang dongeng-dongeng dari kisah pasien-pasien penulisnya sendiri, Dr. Oliver Sacks. Mengapa dongeng? Karena kasus-kasus kelainan psikologis klinis atau bisa disebut kelainan neurologi di sini sungguh di luar bayangan. Menakjubkan dan mengerikan dalam satu waktu yang sama. Kasus-kasus yang sepanjang karir Dr. Sacks sebagai neurolog, mampu membuatnya sendiri terus-menerus takjub.

Dr. Sacks menyajikan buku ini dengan baik. Ia menuturkan kasus-kasus pasiennya seperti menuturkan fiksi. Meskipun demikian, buku ini masih tergolong buku yang berat. Selain karena memang adalah buku ilmiah non-fiksi, sekali lagi saya sampaikan, kasus-kasus yang diceritakan Dr. Sacks di dalam buku ini sungguh-sungguh bisa membuat kening berkerut sepanjang membacanya. Kamu akan bertanya-tanya, bagaimana mungkin hal-hal semacam ini dan semacam itu bisa terjadi di dalam diri manusia. Beyond imagination, mungkin adalah ungkapan yang tepat.

Di buku ini, Dr. Sacks juga cenderung tidak berniat untuk menjelaskan setiap kasus secara lengkap. Tidak sampai pada penyelesaian kasus yang dilakukannya, atau sebab yang jelas dari beberapa kasus yang hanya sempat diketahuinya, tanpa ditangani olehnya. Ia lebih banyak menekankan pada bagaimana menakjubkannya kasus-kasus tersebut. Ia menekankan pada nilai-nilai pemahaman tertentu yang dapat dipetik dari kasus-kasus ajaib itu.

Dan memang, banyak yang bisa dipetik dari membaca buku ini. Kamu akan tahu bagaimana seluruh dunia memang hanya ada di dalam kepalamu sendiri. Whole world is just on your mind. Segala sesuatu tergantung bagaimana persepsimu sendiri, tergantung isi kepalamu sendiri. Duniamu ada di dalam kepalamu. Kamu juga akan tahu bagaimana otak manusia adalah ciptaan yang terlalu luar biasa. Beyond everything. Kelecetan kecil di otak, dan seluruh duniamu tidak akan sama dengan dunia yang dipahami orang pada umumnya.

Ada beberapa kasus yang paling membuat saya menganga ketika membacanya.

Pertama, kisah seorang pria yang salah mengira istrinya sebagai topi, kasus yang menjadi judul dari buku ini. Ia mengalami kerusakan di suatu bagian otaknya dan itu merusak kemampuan persepsinya. "Punch line" kasus ini ada pada cerita ketika ia selesai diperiksa, dan diminta memakai kembali sepatunya. Ia hanya menatap kakinya dan terdiam. Baginya, sepatunya telah terpasang. Kakinya adalah sepatunya. Hal luar biasa lainnya dari kasus ini adalah, sebagai musisi, hidupnya dibantu oleh musik yang mengalun sendiri di dalam kepalanya dan sering ia gumamkan setiap saat. Musik itu yang mengarahkannya melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengenakan pakaian. Ketika ada distraksi tiba-tiba seperti bunyi pintu dibanting, musik di dalam kepalanya akan berhenti dan ia akan seketika mematung.

Kedua, kisah seseorang yang mengalami sakit dan berefek ke kerusakan di bagian otak yang bertanggungjawab atas kondisi visualnya. Sejak saat itu, ia menjadi buta. Namun bukan hanya itu, ia juga kehilangan persepsi melihatnya. Jadi, ia kehilangan semua memori visualnya dan menjadi seakan tidak pernah tahu seperti apa yang dinamakan orang dengan melihat. Melihat itu apa? Seperti apa? Bagaimana caranya? Apa rasanya? Maka ia menjadi orang buta yang merasa baik-baik saja dengan kebutaannya, atau kata Dr. Sacks, kebutaan atas kebutaan.

Ketiga, persoalan indera keenam. Setiap manusia memiliki indera keenam yang adalah indera untuk merasakan tubuh kita sendiri. Dengan begitu, tanpa harus melihat tangan kita, kita tahu tangan kita ada di situ, ada di tempatnya, dan mau kita apakan. Begitu juga anggota tubuh kita yang lain. Propriosepsi namanya. Sayangnya, salah satu pasien Dr. Sacks mengalami kerusakan propriosepsinya. Ia kemudian merasa bahwa ia tidak punya tubuh. Untuk bergerak, ia harus menggunakan kelima inderanya yang lain, seperti mata. Ia harus melihat tangannya, baru mengetahui di mana tangannya berada, lalu menggerakkannya, sambil terus dilihat. Ketika ia melepaskan pandangannya, tangannya langsung menghilang dan tidak ada lagi bagi dirinya.

Betapa di luar pemikiran, kasus-kasus yang diceritakan Dr. Sacks di bukunya ini. Dr. Sacks mengkategorisasikan bukunya dengan baik. Ia membahas defisit atau pengurangan fungsi dan kasus-kasus yang diakibatkannya, lalu juga membahas mengenai persoalan-persoalan kelebihan fungsi. Dari sini kamu akan belajar bahwa ketika kamu merasa terlalu sehat, mungkin di saat itulah kamu sesungguhnya sakit.

Dr. Sacks juga mengkategorisasikan satu bab khusus yang membahas "orang-orang sederhana", atau orang-orang yang mengalami gangguan perkembangan. Orang-orang dengan tingkat intelegensi yang jauh di bawah rata-rata, dianggap bodoh, tidak mampu belajar apapun, dan tidak akan mampu bertahan hidup. Karena untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana saja sulit bagi mereka. Namun orang-orang ini punya kelebihan tertentu yang bisa membuat orang lain tak habis pikir. Seperti kasus Si Kembar yang mengalami keterbelakangan mental namun adalah ahli matematika. Mereka hanya memroses hal-hal dengan cara yang tidak sama dengan orang umumnya lakukan. Itu saja.

Seperti itulah Dr. Sacks memaksa kita untuk mengambil makna tersembunyi dari kisah-kisah yang diceritakannya. Ia membuat kita belajar bahwa orang-orang dengan kekurangan di dalam dirinya, sebenarnya sama saja dengan kita. Hanya saja mereka memliki cara yang berbeda dalam memroses dunia dan isinya. Mereka bahkan mungkin lebih dari kita. Atau mereka justru lebih beruntung daripada kita. Seperti pasien-pasien penderita agnosia yang tidak bisa memahami kata-kata, namun sangat peka memahami bahasa non-verbal. Mereka tak bisa dibohongi. Bahkan ketika menonton pidato presiden di televisi, kita mungkin masih bisa terpesona. Tidak dengan mereka.

Sama halnya ketika Dr. Sacks menuturkan cerita penutup bukunya tentang seorang anak penderita autis namun memiliki kemampuan seni rupa yang luar biasa dalam hal menggambar. Seorang anak dengan dunianya sendiri di luar dunia orang-orang lain. Seorang anak yang diistilahkan olehnya, punya pulau sendiri di luar daratan induk. Suatu kutipan dari bukunya kira-kira seperti ini;

"Ini membawa kita ke pertanyaan terakhir: apa ada 'tempat' di dunia bagi orang yang seperti sebuah pulau, yang tidak bisa dibaurkan, dijadikan bagian dari daratan induk? Bisakah 'daratan induk' mengakomodasi, memberi ruang, bagi yang aneh? Apa ada 'tempat' baginya di dunia yang akan menerapkan otonomi bagi mereka, tapi membiarkan mereka tetap utuh?"

Dan saya hampir meneteskan air mata membaca kutipan tulisan itu. Ya, apakah ada? Bukan hanya kita yang baik-baik saja, yang ingin hidup di dunia ini, sehidup-hidupnya, dengan cara yang kita anggap paling hidup. Merekapun demikian.

Kamu tak harus membaca bukunya. Memang berat. Saya menghabiskan hampir sebulan untuk menyelesaikan buku ini. Baca saja catatan ini dan pahami sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar