Jumat, 06 Desember 2013

Passion, Idealism or Nothing

Orang yang paling bahagia adalah orang yang menjalani hidup sesuai passion-nya.

Itu kata banyak orang.

Bagi saya, masih ada orang yang lebih bahagia lagi. Orang yang dapat menjalani hidupnya sesuai dengan passion dan idealisme yang dimilikinya.

Lalu, mana yang lebih penting?

Tidak ada yang lebih penting. Bagi saya, kita hanya harus pintar-pintar bersyukur. Sudah paling beruntung orang yang bisa menjalani hidup sesuai passion dan idealismenya. Sudah beruntung orang yang bisa menjalani hidup sesuai salah satu di antara passion atau idealismenya. Sudah cukup beruntung orang yang meskipun tidak bisa menjalani hidup sesuai apapun di antara passion atau idealismenya, tapi sudah mampu memahami apa sebenarnya passion dan/atau idealismenya. Karena sesungguhnya, masih banyak orang di luar sana yang terjebak selama-lamanya dengan rutinitas yang bahkan tak mampu mereka kenali apalagi pahami. Masih banyak orang di luar sana yang bahkan tidak tahu apa passion dan/atau idealisme mereka, atau lebih buruk lagi, tidak tahu apa itu passion dan apa itu idealisme.

Bagi saya, tidak ada yang lebih penting. Kalau memang ingin menjadi orang yang bahagia, living your passion then living your idealism. Passion first, idealism follows.

Kenapa passion lebih dulu?

Bagi saya, passion lebih mudah dipahami. Termasuk pemahaman tentang ukuran apakah suatu passion sudah dijalani atau belum. Sementara idealisme cenderung lebih rumit dan sulit ditemukan.

Passion bagi saya adalah apapun yang jika kamu lakukan, akan selalu membuatmu senang. Banyak yang bilang kalau passion itu apapun yang jika kamu lakukan, kamu tidak akan merasa lelah. Bagi saya itu bukan definisi yang tepat. Kamu pasti lelah, itu permasalahan raga. Tapi kamu akan tetap merasa senang, karena ini masalah jiwa. Lelah masalah lahir, senang masalah batin. Untuk mengukurnya akan lebih mudah. Ada yang bisa bernyanyi sampai suaranya serak, tapi ia tak bisa berhenti bernyanyi karena merasa senang ketika melakukannya. Ada yang bisa menulis sampai ia merasa begitu mengantuk dan punggungnya sakit, tapi ia hanya tidak dapat berhenti. Nantinya ia akan tetap butuh istirahat. Hanya saja, ia telah merasa senang.

Sayangnya, banyak yang masih tidak bisa membedakan mana pekerjaan yang senang dilakukannya karena pekerjaan itu sendiri, dan mana yang senang dilakukannya karena lingkungan kerjanya. Yang kedua ini cukup disebut kenyamanan. Kenyamanan tidak berarti disertai dengan passion, tapi passion sudah pasti disertai dengan kenyamanan.

Lebih rumit lagi masalah idealisme. Sesungguhnya konsep idealisme bagi saya cukup sederhana; melakukan apa yang menurut kamu baik. Idealisme saya tidak muluk-muluk. Hanya ingin lebih banyak menghasilkan manfaat daripada mudharot bagi orang banyak. Menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada keburukan bagi orang banyak. Masalahnya, baik menurut setiap orang itu berbeda-beda.

Mengapa konsep idealisme lebih rumit?

Karena nilai baik yang kamu pegang mungkin akan terus berubah-ubah sesuai perubahan apapun yang terjadi di sekelilingmu dan mempengaruhi pola pikir serta pandangmu. Selain itu, karena mungkin tidak ada yang benar-benar baik di dunia ini. Selalu ada yang salah dalam satu kesatuan apapun itu. Itu sebabnya, saya ingin memberi lebih banyak kebaikan daripada keburukan bagi orang banyak, bukannya memberi kebaikan bagi orang banyak. Meskipun tidak secara langsung, namun bagaimana pekerjaan yang saya lakukan itu berkontribusi terhadap berlangsungnya suatu sistem yang lebih banyak memberi kebaikan daripada keburukan bagi orang banyak, sesuai idealisme saya.

Tentang istilah idealis, bagi saya itu hanya menunjukkan sifat bahwa seseorang tahu apa yang dia anggap baik dan gigih memperjuangkan serta mempertahankan apa yang dia anggap baik itu. Istilah ini bukan menunjukkan bahwa seseorang memiliki nilai kebaikan yang paling benar. Bukan berarti orang idealis adalah orang dengan pegangan hidup yang paling baik dari orang-orang lainnya.

Mengapa saya bilang passion dulu, baru idealisme?

Kembali lagi, karena passion lebih mudah dipahami, diukur dan didapatkan daripada idealisme.

Saya bekerja di industri dengan orang-orang yang sebagian besar (seharusnya) menjalani passion-nya. Orang-orang ini berkarya, menciptakan sesuatu; karya seni. Sekecil apapun kontribusi mereka dalam bekerja, mereka berkarya di sini. Dan karya seni butuh hati, butuh batin dan jiwa yang senang dalam mengerjakannya.

Namun, saya bahkan masih banyak menemukan orang-orang yang telah bekerja sesuai passion-nya ini mengeluhkan pekerjaannya. Ada juga yang bahkan tidak betah. Inilah yang bisa disebut sebagai benturan idealisme. Ia bisa senang melakukan pekerjaannya karena sesuai dengan passion-nya, tapi ternyata muara akhir pekerjaannya itu tidak menghasilkan sesuatu yang ia anggap adalah kebaikan. Orang bisa menulis dan senang melakukannya, namun ternyata hasil tulisannya digunakan untuk keburukan. Orang bisa bermusik dan senang melakukannya, namun tujuan bermusiknya berbeda dengan rekan bermusiknya yang lain sampai ia tidak betah, karena apa yang mereka anggap baik dalam apa yang mereka lakukan berbeda. Sekali lagi, baik dan buruk bagi setiap orang itu berbeda-beda.

Sesungguhnya saya pun merasa tidak pantas beropini dan menuliskan opini ini panjang-panjang. Saya belum merasa telah hidup sesuai passion dan idealisme, atau minimal salah satu di antaranya. Saya juga merasa kalau saya belum benar-benar tahu apa passion atau idealisme saya. Saya bahkan merasa kalau pemahaman saya tentang passion dan idealisme yang saya tuliskan di sini masih salah. Paling jauh, saya mungkin hanya telah menemukan kenyamanan kerja. Hanya kenyamanan, dan ini hanya perkara lingkungan, bukan diri saya sendiri.

Jadi sekali lagi, pintar-pintarlah bersyukur. Kamu mungkin tak lebih merugi daripada saya. Ini hanya opini, itu sebabnya saya selalu mengulang-ulang 'bagi saya' dalam tulisan ini.

Long live, happy life!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar