Jumat, 13 Desember 2013

Catatan Kepergian Lainnya

Di sinilah saya. Bermain dengan pena dan kertas. Bermain dengan jari dan tuts keyboard laptop. Di sinilah saya, ketika tidak berhasil melisankan isi kepala saya. Bukan isi hati. Lama-kelamaan saya malas membicarakan hati.

Setelah melewati suatu siang yang biasa saja, sore mulai turun dan saya seharusnya menangis sore itu juga. Bukan ketika menuliskan catatan ini, yang juga seharusnya disampaikan sore itu juga.

Di sinilah saya. Akan menceritakan tentang seorang lelaki yang telah datang, dan sayangnya, juga telah pergi.

.....

Tidak mudah bagi saya bekerja dengan tugas yang sederhana; digugat. Ya, pekerjaan saya adalah digugat. Ditempatkan di divisi yang merupakan organ yang bertugas mengayomi seluruh sel lainnya, segala sesuatu yang terjadi di dalam tubuh ini--baik dan buruk--adalah tanggung jawab saya. Apapun yang ada di sistem ini adalah hasil kontribusi pekerjaan saya. Saya bertanggungjawab atas keadaan tubuh ini, meskipun bukan atas aktivitas yang dihasilkan tubuh ini.

Dalam suatu tubuh bayi, pekerjaan saya semakin berat. Tubuh ini masih muda. Kakinya belum kuat berlari kencang. Mulutnya belum mampu berbicara dengan jelas. Matanya masih terlalu peka pada cahaya. Masih banyak yang harus diusahakan agar bayi ini tumbuh dengan sempurna, atau minimal, baik-baik saja.

Di antara lautan gugatan dan usaha membuat tubuh bayi ini tumbuh sehat, saya butuh banyak bimbingan dan penguatan. Saya butuh pimpinan yang baik; atasan yang tegas, teman yang mengerti dan ayah yang membimbing. Beruntungnya, saya punya. Atau sempat punya.

Saya punya satu sosok yang dapat saya andalkan ketika sosok lain dengan espektasi sama hanya bisa membuat saya semakin ingin menyerah ketika keadaan sedang sulit. Saya punya atasan yang tegas sampai sering dianggap tidak menyenangkan oleh orang lain yang memutuskan sebisa mungkin tidak harus berurusan dengannya. Saya punya teman yang bisa mengerti keadaan saya dan menerima saya, lalu pandai memberi jalan keluar sampai saya bisa merasa baik-baik saja ketika sesungguhnya tidak. Saya punya ayah yang mau membimbing agar saya pintar, bukan hanya memerintahkan saya harus pintar.

Saya pernah punya lelaki itu. Lalu setelah melalui suatu siang yang biasa saja, sore mulai turun dan lelaki itu pergi. Dipindahtugaskan oleh kuasa yang lebih besar. Tanpa pengganti, atau dengan satu-satunya calon pengganti yang paling tidak pernah saya harapkan. Satu-satunya orang yang paling saya hindari berurusan dengannya.

Lelaki itu pergi. Atasan yang telah begitu percaya pada saya untuk menanggung tugas ini, setelah sekian penolakan orang lain hanya dengan alasan saya terlalu muda. Teman yang selalu mampu tertawa memaklumi ketika saya melakukan hal aneh, yang sesungguhnya membuat saya sendiri takut jika itu adalah kesalahan. Ayah yang kuat mengayomi setelah sering menuduh saya lari dari rumah, karena saya yang anak satu-satunya namun terus pergi jauh dan enggan pulang, karena saya yang seharusnya manja justru begitu berani dan tak bisa diatur.

Saya kehilangan. Atau mungkin bukan. Mungkin saya hanya ketakutan. Takut hilang arah sebagai seekor anak bebek di dalam rombongan yang ditinggal induknya. Saya takut tidak ada lagi penguat, dan yang tertinggal hanya penekan yang tak pernah bisa membuat sesuatu jadi lebih baik. Saya takut tidak bisa diselamatkan lagi setiap saya akan menyerah.

Namun, atas nama terima kasih besar yang saya punya untuknya, kepercayaan dan kesempatan yang telah ia berikan akan saya jadikan penguat saya. Kepercayaan dan kesempatan bagi saya untuk bisa berada di dalam tubuh yang saya damba-dambakan, di dalam tubuh dengan setiap sel-jaringan-organ-sistem organ yang menyenangkan ini.

Sekali lagi, terima kasih. Semoga kita semua akan baik-baik saja.



Jakarta,
13/12/13
Done at 23.52 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar