Senin, 26 November 2012

Sketsa Di Atas Surat Cinta




Lain kali, beritahu aku jika kamu ingin menyisipkan sebilah pisau di dalam genggaman tanganku. Jangan lakukan diam-diam, agar aku tahu aku tak merobek jiwamu ketika aku membelai wajahmu atau menusuk hatimu ketika aku memeluk tubuhmu.

.....

Dulu, aku suka terlalu sibuk menggoreskan penaku di atas kertas. Menuliskan beratus-ratus surat cinta untukmu. Surat-surat itu tak pernah kusampaikan kepadamu, tetapi selalu kamu rampas dari tanganku sebelum aku menyelesaikannya. Kamu lalu menyimpannya di bawah tumpukan komik-komikmu tanpa pernah kamu baca.

Dulu, kamu suka terlalu sibuk menggariskan pensilmu di atas kertas. Menggambarkan beratus-ratus sketsa abstrak tentang cinta yang kamu punya untukku. Sketsa-sketsa itu tak pernah kamu artikan di hadapanku, tetapi selalu aku kumpulkan dan tempelkan di seluruh sisi dan bidang tembok kamarku sampai penuh. Aku tak pernah ingin tahu tentang apa semua sketsa itu.

Paling tidak, dulu kita selalu memainkan alat tulis kita secara berdampingan. Paling tidak, kita selalu mengoyak kertas-kertas yang kita miliki bersama-sama. Surat-surat cintaku selalu hampir jadi di sebelahmu. Sketsa-sketsamu selalu menjadi tak berarti di sisiku.

Biasanya aku yang lebih dulu mengambil kertas, berbaring di atas kasur dan mulai menulis. Tidak lama kemudian kamu akan datang dengan kertasmu, berbaring di sampingku, merenggut kertas suratku, lalu mulai menggambar. Ketika itu aku akan menyandarkan kepalaku di bahumu sambil terus memperhatikanmu menggambar. Kita terus bersama menikmati emas yang bertebaran di atas langit senja atau kristal yang jatuh dari awan pekat lewat jendela kamarmu, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya kita tuangkan ke dalam kertas kita masing-masing.

Pada suatu saat yang aku tidak tahu pasti kapan, kamu menyisipkan sebilah pisau di dalam genggaman tanganku tanpa aku ketahui. Pisau itu memberikanku otoritas untuk dapat melukaimu kapanpun aku sempat, meskipun aku tak mau. Pada suatu saat yang aku tidak tahu pasti kapan, aku yang biasanya hanya berbaring di sampingmu dan menyandarkan kepalaku di bahumu, memutuskan untuk memelukmu, melingkarkan tangan yang terselip pisau itu ke tubuhmu.

Sekarang, dibandingkan menggariskan pensilmu di atas kertas dan menggambar ratusan sketsa abstrak, kamu lebih sibuk menutup pintu kamarmu. Sekarang, dibandingkan menggoreskan penaku di atas kertas dan menulis ratusan surat cinta, aku lebih sibuk mengetuk pintu kamarmu berharap kamu mau membuka sedikit celah.

Sekarang, ketika kita telah saling memahami isi coretan kertas kita satu sama lain, tak ada lagi ruangan yang terbuka untuk kita menyaksikan emas dan kristal yang bertaburan di angkasa bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar