Jumat, 02 November 2012

Cerita-cerita Yang Dikisahkan Di Dalam Kepala




Pukul 18.30. Aku sudah duduk manis di depan monitor komputer operator internet cafe tempat aku bekerja sekitar setahun belakangan. Shift kerjaku hari ini baru akan dimulai setengah jam lagi. Tapi tak apa, toh aku juga tidak sedang memiliki kegiatan lain yang harus membuatku datang terlambat atau terlalu kelelahan dan datang tepat waktu. Seharian ini aku hanya berkeliaran di atas kasurku, kecuali pada jam makan siang tadi ketika aku diminta Imam untuk mengantarnya ke rumah sepupunya. Seperti itulah aku menghabiskan waktuku hampir setahun ini sebagai mahasiswa tingkat akhir yang tidak memiliki kapasitas motivasi di atas rata-rata untuk bisa menyelesaikan tugas akhirnya tepat waktu, meskipun aku memiliki kapasitas kognitif di atas rata-rata. Untuk itu juga aku mengisi waktu bekerja disini demi sedikit menyelamatkan hidupku yang monoton. Sudahlah. Lupakan saja hidupku yang monoton dan tak punya esensi untuk diceritakan. Ini sudah pukul tujuh lebih 15 menit dan ada seorang wanita cantik yang membuka pintu warnet. Aku sering melihat dia datang ke sini. Dia wanita yang selalu menyanyikan semua lagu yang aku putar ketika sedang merajai playlist sebagai operator. Tapi ada yang berbeda dari wanita ini. Kali ini ia sudah mengkonsumsi waktuku lebih dari 5 menit untuk tenggelam ke dalam ketidaksadaran karena terlalu serius mengamatinya.

"Selamat malam. Silakan nomornya."


*****


Pukul 19.00. Aku kelelahan setelah pulang dari kantor tempat aku magang. Meskipun demikian, dibandingkan istirahat, aku memilih keluar lagi dan menyegarkan pikiranku. Aku mau ke warnet dekat kosku. Kebetulan wifi di kos sedang terganggu. Mungkin aku akan mengambil beberapa film dari koleksi lengkap warnet itu untuk kutonton malam ini, toh besok hari sabtu dan aku tidak berangkat ke kantor. Atau mungkin aku akan menulis sesuatu untuk blogku. Atau aku bisa mencari lowongan pekerjaan selain memeriksa hasil lowongan lain yang telah kulamar. Atau aku hanya akan melihat-lihat video di youtube. Apapun itu, aku mau keluar dan menghirup udara malam kota paling nyaman yang pernah kutempati, udara malam yang beberapa waktu lalu ketika hidupku masih hanya tentang bersenang-senang, selalu aku nikmati setiap hari sampai pagi menjelang. Setelah itu aku akan mencari makan malam. Mungkin sendiri atau mengajak siapa, entahlah. Aku sampai di warnet tepat pukul tujuh lewat 15 menit. Aku langsung menuju meja operator untuk mengambil nomor bilik. Penjaga warnet yang meyambutku tampan. Aku sering melihatnya, dia operator yang selalu memainkan lagu-lagu kesukaanku. Memang kebetulan, tapi baru kali ini dia mencuri kesadaranku dan membuatku memperhatikannya lebih dari biasanya.

"Oh iya. Makasih, Mas."

_________________________________________________________________


Pukul 20.05. Hari ini aku menjalani hariku dengan sedikit berbeda. Sedikit saja. Sepanjang siang setelah bimbingan skripsi yang tidak memberiakanku pencerahan dan jalan keluar kecuali membuatku semakin bingung, aku menemani Riska mencari buku. Riska itu pacarku. Sudah hampir empat tahun aku mengahbiskan hidupku menyandang status sebagai kekasihnya. Sudah empat tahun juga aku mengisahkan berbagai rasa dari satu kisah yang sama, mulai dari manisnya tahun pertama, pahitnya tahun kedua, pahit yang dipaksakan menjadi manis tahun ketiga, sampai pada tahun keempat dimana aku rasa aku tidak merasakan apa-apa lagi. Dan tentang 'kencan' kita tadi, aku merasa tidak lebih dari melaksanakan tugas dan peran yang seharusnya aku lakukan atas status yang aku sandang. Riska itu sesosok wanita manis yang biasa saja, tergolong kalem, dan membosankan. Tapi entah mengapa aku bisa bertahan selama ini bersamanya dengan berbagai krisis yang sudah membuatku muak sampai mati rasa. Mungkin aku terlalu pemalas untuk memanfaatkan wajah tampan, pembawaan menarik dan kecerdasan yang aku punya. Lima menit lagi setengah sembilan malam dan pintu warnet terbuka oleh dua orang pelanggan. Wanita cantik yang waktu itu bersama seorang lelaki yang aku rasa pacarnya. Sepertinya ada sedikit kecewa mengetuk-ngetuk hatiku dari dalam.

"Silakan. Maaf, tinggal yang smoking."


*****


Pukul 19.25. Aku makan malam bersama Tedi setelah hari yang panjang dan melelahkan di kantor. Seharian aku bekerja, yang lebih tepatnya belajar, dan seharian  juga aku tak tahu apa yang Tedi lakukan selain kuliah jam setengah 10 pagi sampai jam setengah empat sore dengan waktu istirahat siang jam 12 sampai jam satu. Aku memang jarang mencari tahu tentang kegiatannya jika memang bukan dia sendiri yang menceritakan. Aku lebih memilih tidak peduli daripada menuruti atau bahkan memaksakan keingintahuanku yang mungkin saja akan membuat ia lama kelamaan lelah mengahadapinya. Aku memilih diam daripada meributkan ketakutanku jika ia mengkhianatiku lalu membuatnya muak dan pada akhirnya sama saja meninggalkanku. Tedi itu pacarku. Kekasih yang sudah sekitar dua tahun menemaniku, meski entahlah, aku rasa ada yang salah dengan hubungan kita. Hubungan yang pada awalnya sama dengan sepasang-sepasang orang lainnya, sama-sama berada dalam tahap kebahagiaan diolok cinta, namun kemudian berubah mengikuti sebuah pepatah yang berkata bahwa satu-satunya hal yang pasti dan tetap adalah perubahan. Pukul setengah sembilan kurang lima menit kita sampai di warnet setelah makan malam karena Tedi ingin mengunduh sesuatu dari email-nya. Mataku lalu menemukan penjaga warnet tampan itu lagi. Kali ini matanya menatapku lama dan tajam. Ada rasa penasaran bercampur kesal tersorot dari sana.

"Iya, Mas. Ga apa-apa."

_________________________________________________________________


Pukul 23.10. Aku masih di depan layar monitor PC di warnet yang hampir setiap malam aku datangi, dan lebih tepatnya tunggui. Sudah beberapa bulan terakhir aku bertahan dengan shift malam. Sesungguhnya aku memang menikmatinya dan belum ingin bertukar shift demi membantu diriku sendiri menangani insomniaku. Malam ini udara agak lain dari biasanya. Sepertinya suhu turun beberapa derajat pertanda hujan deras akan segera turun. Tak apalah, kota ini sudah terlalu panas akhir-akhir ini dan masih lama waktu sebelum shift-ku habis jam 3 pagi, jadi tak masalah. Satu-satunya masalah adalah aku baru saja putus dengan Riska kemarin malam. Sesungguhnya aku bahkan tak benar-benar yakin itu adalah masalah untukku karena rasanya tak ada yang berubah, mulai dari keadaan fisik, mental atau bahkan hatiku. Tepat jam setengah 12 hujan turun dengan deras. Bersamaan dengan itu wanita cantik pelangganku tiba membuka pintu warnet. Tubuhnya sedikit basah. Tapi matanya sembab luar biasa. Ia langsung mengambil nomor dan pergi ke biliknya tanpa aku sempat mengatakan apapun.

"....."


*****


Pukul 22.30. Sudah hampir setengah jam aku berkutat dengan perkelahianku dengan Tedi. Dia terbukti selingkuh. Entah apa yang aku ributkan dengannya sampai seluruh air mataku harus terbuang. Sejak lama aku hanya punya dua pilihan, dia mengkhianatiku karena aku tak begitu memperhatikannya atau dia meninggalkanku karena aku teralu mengganggunya dengan perhatianku yang meresahkan. Langit di luar mendung. Tak ada bintang satupun di atas sana. Dan bersama dengan pertengkaran hebat ini, aku semakin merindukan hujan. Aku sadar aku tak perlu menyianyiakan tenagaku sebanyak ini. Ada sesuatu yang harus aku pelajari untuk dilepaskan. Sesuatu yang aku sudah tidak punya kontrol lagi atasnya. Jam setengah 12 setelah beberapa ratus menit yang begitu melelahkan untukku, aku akhirnya pergi meninggalkannya. Aku tak tahu harus ke mana. Di jalan, hujan turun dan aku akhirnya berlabuh di warnet langganan dekat kosku. Ada lelaki tampan penjaga warnet itu lagi. AKu bahkan tak menatapnya, tidak dengan tampilan wajahku yang sedang seperti ini.

"....."

_________________________________________________________________


Pukul 3.00. Aku bersiap untuk pulang. Sejak tadi aku memikirkan apa yang terjadi pada wanita itu. Aku memikirkannya lebih dari aku memikirkan statusku yang baru saja jomblo. Bersamaan dengan aku mengenakan jaketku, wanita itu keluar untuk membayar bill-nya. Dia menatapku sekilas dan tersenyum padaku. Kita lalu keluar pintu warnet itu bersama-sama menuju tempat parkir. Hujan baru saja reda.


*****


Pukul 3.00. Aku sudah cukup tenang. Aku lelah. Mungkin selain pelarian sementara di warnet ini, aku butuh tidur. Tidak, aku tidak apa-apa, aku sudah tenang dan tidak peduli lagi. Aku keluar membayar bill ketika lelaki penjaga warnet itu juga sedang bersiap pulang. Aku tersenyum padanya. Kita lalu keluar pintu warnet itu bersama-sama menuju tempat parkir. Hujan baru saja reda.


*****

"Kamu ga apa-apa pulang jam segini?"
"Hahahahaha... Udah biasa. Lagian kosku deket."
"Di mana?"
"Ini ke utara dikit, terus masuk belok kanan di gapura merah samping warung nasi uduk itu."
"Oooh..."
"Kamu abis shift jam segini?"
"Iya, abisnya jam tiga."
"Kamu udah lama di sini?"
"Lumayan, setahunan. Maklum, mahasiswa mandeg TA."
"Cepetan lulus, masih banyak kemandegan yang menanti di depan."
"Hahahaha... Iya sih, bertahan sama kegalauan level ini lama-lama cuma nunda banyak kegalauan lainnya di masa depan yang bakal tetep terjadi."
"Nah, itu ngerti. Emang kuliah di mana? Angkatan berapa?"
"UGM. Arsitek 2008. Kamu?"
"Psikologi 2008, UGM juga. Tapi udah lulus, udah dibikin bingung sama kesulitan-kesulitan hidup lanjutan."
"Hahahahaha..."
"Hahahahaha..."
"Eh abis ujan nih, kamu ga bawa jaket apa?"
"Ga. Udah, ga apa-apa. Deket ini kok. Tadi buru-buru."
"Yakin ga kenapa-kenapa?"
"Iya, ga."
"Bukan dinginnya, kamunya."
"Hahahahaha... Dipaksain aja biar ga kenapa-kenapa."
"Yaudah, hati-hati ya. Eh, aku Nino."
"Aku Tisa."
"Sampai ketemu lagi."
"Iya, makasih ya."


*****

Ada sesuatu yang baru saja aku mulai di dini hari ini.

_________________________________________________________________

2 komentar: