Senin, 19 November 2012

Sedikit Tentang Saya Dan Ngayogjazz 2012

Sebagai seorang penduduk Jogja yang gagal, di postingan kali ini saya akan menceritakan pengalaman pertama saya pergi ke event Ngayogjazz 2012 pada tanggal 18 November yang lalu. Kenapa gagal? Karena sudah empat tahun saya bertahan hidup dengan menghirup atmosfir udara Jogja tapi baru tahun ini ke Ngayogjazz, sementara tahun ini sudah kali kedelapan acara ini digelar.

Ngyogjazz adalah sebuah event tahunan dengan konsep konser musik jazz yang dipadukan dengan ekplorasi budaya Jogja. Daripada saya menjelaskan dengan bahasa formal selayaknya menulis untuk artikel surat kabar, sebaiknya saya mengetik yang santai-santai saja. Lagipula saya tidak punya informasi yang memang valid dunia akhirat tentang konsepnya kalau harus menulis formal. Intinya, Ngayogjazz 2012 ini diadakan di Desa Brayut, Sleman, Yogyakarta. Jadi acaranya di perkampungan gitu. Ada enam panggung yang jadi spot utama tampilnya pengisi-pengisi acara. Setiap panggung itu ada di halaman rumah penduduk kampung setempat. Panggung-panggung itu pisah-pisah tempatnya, alias tidak berdekatan atau bersampingan.

Selain dimanfaatkan untuk spot panggung, halaman-halaman rumah warga juga dijadikan spot macam-macam stand, mulai dari stand para sponsor sampai warung-warung makan dadakan yang disediakan oleh warga setempat. Setting tempat Ngayogjazz ini luar biasa. Pengunjung dipaksa untuk jalan-jalan keliling kampung dan tidak diam di satu tempat saja. Bintang tamu utama yang merupakan musisi-musisi jazz Indonesia dengan nama yang sudah besar juga disebar di berbagai panggung. Jadi tidak ada pilihan lain, silakan wisata keliling kampung kalau mau nonton puas.

Kedatangan saya ke Ngayogjazz 2012 awalnya hanya karena mau menonton Jay & The Gatrawardaya, jadi ketika tiba saya langsung menuju panggung Pacul. Awal mengenal kelompok musik jazz asal Jogja ini setelah mengikuti kelas Akademi Berbagi Yogyakarta dengan tema Musik Puisi yang pembicara alias gurunya adalah Mas Jay yang notabene adalah pemain saxophone serta komponis, dan Mbak Tey sang alumni Sastra Inggris UNY yang bisa dibilang adalah sastrawati. Sebagai informasi tambahan, mereka ini pasangan kekasih. Biasanya ketika kita membaca sebuah sajak singkat atau melihat seseorang yang piawai bermain alat musik saja sudah bikin tergila-gila, mereka berdua bahkan berkolaborasi dalam berkarya, yang satu menulis puisi dan yang satu meng-compose musik untuk puisi yang sudah ada itu. Bagaimana saya tidak jatuh cinta dengan mereka sepulangnya dari kelas itu?

Setelah melihat Jay & The Gatrawardaya, konsep Ngayogjazz yang memaksa pengunjungnya untuk wisata keliling kampung tetap berhasil mempengaruhi saya. Meskipun hujan turun deras sepanjang sore sampai malam sebelum Barry Likumahua Project tampil, saya tetap jalan-jalan keliling venue acara. Dengan persiapan yang antara matang dan tidak matang, saya berkeliling dengan menggunakan jas hujan hijau yang sudah saya persiapkan dari rumah dan sepatu yang basah kuyup terendam lumpur di sana-sini karena seharusnya saya memakai atau paling tidak membawa sendal jepit. Tidak sia-sia, penampilan semua pengisi acara di semua panggung keren-keren. Namanya juga musisi jazz, skill-nya suka over-qualified semua. Sebagai orang yang suka mengaku pecinta musik, saya puas.

Salah satu hal yang membuat saya super-excited, Brayut malam itu dipenuhi oleh manusia-manusia yang mengenakan jas hujan warna-warni berhamburan di sana-sini. Saya ingat salah seorang teman saya yang begitu ingin membuat festival jas hujan. Katanya, menarik sekali melihat banyak orang mengenakan jas hujan warna-warni sedang bermain di bawah hujan, dan Brayut malam itu hampir mendekati keinginannya hanya karena masih ada sekelompok orang yang memakai payung. Malam itu pesta jas hujan!

Hal lainnya yang membuat saya super-excited, saya sebagai orang yang sering mengaku suka hujan, alih-alih merasa repot dengan hujan yang mengguyur selama acara berlangsung justru merasa termanjakan. Saya suka sekali melihat tetes-tetes hujan yang jatuh di bawah lampu, entah lampu apapun, meskipun saya seringnya melihat tetes hujan yang jatuh di bawah lampu jalan. Malam itu Ngayogjazz sudah membuat saya senang semalaman karena melihat hujan di bawah lampu itu semalaman sampai puas. Venue acara di Brayut juga dilengkapi dengan lampu-lampu kecil, (semacam) obor-obor dan lentera-lentera yang menghiasi jalan-jalan setapak dari satu spot ke spot lain. Sebagai pecinta cahaya-cahaya minimalis di tengah kegelapan, saya bangga ada di sana.

Akhirnya, keadaan saya yang kehujanan sejak sore, belum makan sejak pagi dan kaki yang sudah tidak berwujud di dalam sepatu yang basah kuyup terbayar oleh penampilan Barry Likumahua Project yang luar biasa menyenangkan sekitar pukul 10 malam. Setelah dibuat bergoyang mulai dari sekedar kepala, kaki sampai seluruh badan, saya juga dibuat semakin yakin pada pernyataan yang berbunyi "Orang Ambon itu yang namanya musik dan gombal udah ngalir di dalam darah dari sononya." Pernyataan itu awalnya sering saya baca dari tweet Kak Theo @perempuansore, yang kemudian didukung oleh statement senada yang diucapkan Glenn, Elo dan Edo Kondologit ketika mereka menjadi bintang tamu Just Alvin episode Beta Datang Dari Timur.

Selama BLP tampil, hanya dengan melihat Barry bermain bass, saya paham orang Ambon itu mungkin memang dilahirkan untuk bermusik atau minimal memiliki kepekaan di atas rata-rata terhadap rangkaian nada-nada. Malam itu, Om Benny Likumahua yang tidak lain tidak bukan adalah ayah dari Barry sendiri juga turut tampil dan memamerkan komposisi darah yang mengalir di dalam dirinya dan telah ia tumpahkan pada anaknya itu. Hanya dengan kalimat-kalimat pengantar basa-basi dari Barry ketika tampil jugalah saya paham orang Ambon itu memang sudah flamboyan sejak dalam tatapan! Kebetulan saya juga orang Ambon, semoga saja saya tidak digeneralisakan ke dalam ciri-ciri tersebut, karena saya akan bingung harus bangga atau tidak enak hati dilabeli tukang gombal.

At all, bagi diri saya sendiri, apalagi kurangnya Ngayogjazz 2012 di Brayut malam itu kalau semua yang saya suka bisa saya nikmati sampai puas di sana? Belum lagi CD Membuatku Cinta dari Jay & The Gatrawardaya bisa saya dapatkan gratis sehingga saya tidak jadi mengopi-ngopi secara ilegal. Itu sudah bonus luar biasa mengingat saya bahkan ikut nongkrong untuk berteduh di rumah tempat equipment dan transit artis termasuk Barry dan kawan-kawan serta ikut mencomot cemilan untuk artis.

Karena kebetulan ini bukan artikel untuk koran atau majalah, sampai di sini saja curhatan saya. Saya mau mengecek sepatu yang sudah saya jemur seharian dulu.


Di Depan Peta Lokasi dan Jadwal Tampil Pengisi Acara Ngayogjazz 2012

Di Antara Banner-banner Ngayogjazz 2012

Salah Satu Sudut Jalan Desa Brayut

Pesta Mantel dan Payung

Hampir Menyerupai Festival Jas Hujan

Flamboyan Sejak Dalam Tatapan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar