Sepotong puisi untukmu:
Aku menuliskan ini ketika jam yang tak pernah berbunyi
seharusnya akan bedentang dua belas kali
Dua menit lagi, sudut-sudut dunia akan merayakan
apa-apa yang seharusnya dirayakan
Sudut kepalaku merayakan kecemasan
Harapan-harapan ramai berdatangan
bukan sebagai ingatan dari desa belakang gunung
tapi sebagai ketiadaan dari desa depan sungai
mengetuk pintu, menyalakan lilin tubuhnya sendiri
lalu meniupnya sampai mati sebelum meleleh habis
Kemudian gelap
Kemudian senyap
Lalu balon yang digenggam tangan
yang telah mendorongku jatuh ke liang paling dalam meletus
DOR!!!
Potongan-potongan kehilangan berhamburan di depan mata,
mengaburkan pandangan atas langkah-langkah kaki seseorang
di depanku yang tengah berlari
Semakin jauh menghilang
Jakarta, 13 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar