Minggu, 03 Juni 2012

Teman Hidup



Pasangan hidup.

Sepasang memang tidak hanya membutuhkan dua. Ia butuh esensi yang banyak dan penuh di dalam dua itu.

..........


Saya selalu memiliki gambaran tentang 'marrying my bestfriend' di dalam kepala. Gambaran itu mengambang, mengapung atau mungkin terbang kesana-kemari di bagian kepala manapun. Otak saya terus memaksa saya melihat salah satu dari sekian banyak teman baik saya, sahabat yang sudah seperti saudara tepatnya, entah yang mana, berdiri tegap di samping saya di sebuah singgasana, tersenyum sangat bahagia, di saat orang lain satu-persatu menyalami dan men-cipika-cipiki kami memberi selamat. Ada bayangan tentang salah satu dari sekian banyak laki-laki terbaik yang telah menemani saya melewati berbagai hal dalam hidup selama bertahun-tahun, entah yang mana, mengenakan pakaian senada dengan apa yang saya kenakan pada suatu hari yang begitu membawa kebahagiaan. Bersanding bersama di tengah sebuah taman dengan dekorasi dominan putih yang sederhana, meskipun yang itu agak sulit untuk diwujudkan, masalah tradisi atau kebiasaan dan lainnya you know.

Salah jika orang bilang saya selalu bersama dengan laki-laki dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Tidak, saya punya kriteria. Saya selalu suka laki-laki cerdas, mengerti musik, bukan laki-laki baik-baik yang rajin atau alim, dan mereka selalu kurus. Bagi saya kurus itu hug-able. Di atas semua itu, saya ingin bersenang-senang. Menjalani hidup yang selalu seru dan menyenangkan dan tidak puas dengan hal-hal standar dan biasa. Lalu saya setuju dengan perkataan teman saya yang suatu hari bilang kalau dia tidak butuh kekasih, melainkan teman hidup. Saya pikir saya juga begitu. Rasanya mudah saja mendesain cinta untuk orang baru dan asing, menentukan peran sebagai kekasih, mengenal satu sama lain lebih jauh, lalu menuangkan cinta penuh-penuh. Tapi akan sedikit lebih sulit untuk menuangkan cinta sedikit lebih banyak pada sosok yang sudah terikat jiwanya dalam berbagai macam kecocokan dan kenyamanan yang sudah terjalin begitu lama.

Ya, teman hidup, bukan kekasih. Kalau terlalu sulit untuk kamu mengerti apa maksudnya dan juga terlalu sulit bagi saya untuk menjelaskan maknanya, bayangkan saja seorang teman terbaikmu, sahabatmu, saudara lain darahmu, lalu bayangkan bagaimana keadaan kalian selama ini bersama-sama. Sekedar seperti itu, tapi dengan intimitas dan cinta dalam kadar yang sedikit lebih banyak serta komitmen. Selebihnya sama seperti selama ini yang telah kamu miliki, semuanya, sehingga kamu mampu berlama-lama bersama dia dan selalu mampu pulang ke satu sama lain. Akan ada dunia yang dipenuhi hal-hal seru dan menyenangkan serta nyaman, yang diisi oleh dua orang yang memang telah terbiasa melakukan hal-hal itu.

Di kepala saya ada segumpal bayangan tentang salah satu bagian kecil dari masa depan dimana saya akhirnya akan memutuskan untuk menyumbangkan sepotong dunia saya untuk disatukan dengan sepotong dunia milik seorang laki-laki terbaik. Bayangan tentang laki-laki yang sudah terlalu familiar sedang menggenggam tangan saya mesra-mesra. Bayangan tentang laki-laki yang sudah begitu menjadi satu dengan diri saya sedang memeluk saya erat-erat. Bayangan tentang laki-laki yang sudah menghabiskan begitu banyak tahun bersama saya sedang menatap mata saya dalam-dalam. Bayangan tentang kesederhanaan persahabatan yang didasari kenyamanan yang tidak perlu over-romantic dan over-dramatic, hanya saja dipertahankan selamanya.

..........


Semua orang punya mimpi dan idealisme. Mimpi dan idealisme yang mengapung kesana-kemari di dalam kepala di antara garis batas kesadaran dan ketidaksadaran. Lagipula, saya senang berkhayal, bermimpi, atau sekedar berharap.

2 komentar: