Kamis, 02 Januari 2014

Matahari Terbenam Di Punggungmu Lalu Kembang Api Pecah Di Dadaku

Bintang telah lalai bersinar di langitku sejak malam. Atau sejak aku tak lagi mengenal waktu. Aku lupa. Hanya menorehkan hitam membentang serupa ingatan buruk. Maka aku telah mulai melukiskan sendiri angkasa luas di dalam kepalaku. Lalu menambahkan padanya titik-titik putih yang tak punya cukup nyala dan tak punya cukup nyata.

Hujan telah turun di dalam kepalaku sejak pagi. Atau sejak aku tak lagi mengenal waktu. Aku lupa. Hanya menyisakan genang-genang keruh serupa yang kerap bersarang tertahan di sudut-sudut mata. Maka aku telah mulai menyulam sendiri awan di sepanjang batas pandangku. Lalu mendung dapat terjadi selamanya asal tak ada yang menetes darinya.

Matahari telah hilang dari batas pandangku sejak sore. Atau sejak aku tak lagi mengenal waktu. Aku lupa. Hanya meninggalkan ruang maha luas yang hampa serupa yang terletak di dalam dada. Maka aku telah mulai mewarnai sendiri senja di langitku. Lalu selaksa jingga dapat hadir mengenyangkan cakrawala yang akan melumatnya sampai habis dan gelap.

Tapi bintang baru saja kembali bersinar di ujung bibirmu. Hujan baru saja reda di dalam matamu. Dan matahari baru saja terbenam di lengkung punggungmu. Maka ada kembang api yang pecah di rongga dadaku; bercahaya, hangat dan tiba-tiba.




Jakarta Dini Hari, 1 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar