Senin, 26 September 2011

kita pernah biru



kita pernah terlukis sebagai bentangan langit di musim panas. di lukisan itu, ada burung-burung kecil yang mengicaukan nada harapan dan kebahagiaan, atau setidaknya kesungguhan. di lukisan itu, kita biru dan begitu cerah, sampai bahkan tak ada segumpal awan sekalipun yang menodai biru kita.

sampai entah kapan, entah di mana, entah kamu atau aku, akhirnya mengubah biru kita menjadi abu-abu. semakin lama abu-abu itu semakin pekat dan menghitam. lalu hujan turun sangat deras seperti tak berniat mereda sedikitpun. tak ada burung, tak ada harapan, tak ada kebahagiaan. kesungguhan yang pernah begitu beku dan keras akhirnya mencair dan mengalir hilang, melebur dengan aliran air hujan yang entah bermuara dimana.

hujan ini terus turun dengan derasnya. kita tak mampu berbuat apa-apa. tak ada pawang hujan yang bisa. kita bisa berdoa untuk satu lagi hari yang cerah, tapi semua itu tak menghentikan hujan ini.

kamu bisa berharap untuk dapat memperbaiki semuanya. menjadi sepetak atap yang bisa kutempati untuk berlindung dari hujan, lalu kamu bahkan bisa berdoa agar hujan ini tak usah berhenti. kamu percaya semuanya bisa kembali menjadi baik. tapi hidup ini gila. banyak hal baik, banyak hal buruk, dan lebih banyak lagi di antaranya. sekarang kamu tidak akan mampu menjadikannya baik. paling jauh kamu hanya akan menggapai yang di antara itu.

kita pernah biru. lalu menjadi abu-abu. lalu akhirnya menjadi deras. dan kamu tak bisa berbuat apapun untuk meredakannya. hujan ini bukan kuasamu.


*****

on the air while written : James Morrison - Please Don't Stop The Rain

2 komentar: