Kau bisa hidup untuk dirimu sendiri.
Percayalah. Kita ini makhluk egosentris. Kita ini diciptakan lebih dulu sebagai
individual, barulah setelah melalui berbagai proses belajar, kita mulai
menumbuhkan kebutuhan sosial kita sampai matang, lalu menjadi makhluk sosial
dan individual secara bersamaan.
Kita tak terlalu perlu
berpasangan. Percayalah, kau tak perlu terlibat di dalam ruang penuh
pertimbangan, karena harus menghitung segala sesuatunya untuk dua orang. Kau
harus menjaga perasaan dua orang, kau dan pasanganmu. Kau harus menghitung
kepantasan dengan proporsional, apakah sesuatu itu pantas bagimu dan bagi
pasanganmu. Kau harus bertanggungjawab, atas dirimu dan atas pasanganmu.
Kau tak perlu melakukan itu.
Kau bisa bebas. Kau bisa melakukan apa
saja sesuka hatimu. Cukup memikirkan dirimu sendiri, cukup berbuat apapun
untuk dirimu sendiri. Kau akan baik-baik saja. Kau bisa flirting dengan sebanyak-banyaknya lawan jenis dalam
sebanyak-banyaknya waktu. Kau bisa bersama dengan siapa saja di waktu kapan
saja. Hidupmu akan baik-baik saja.
Kau bisa menatap wajah
pasanganmu dalam-dalam, dan bertanya-tanya, “kenapa harus dia?” Kau tahu yang
lebih keren pasti banyak di luar sana. Entah arti keren itu yang pintar, yang
tampan, yang artsy, apapun –terserah padamu-, ada banyak di luar sana. Tak akan habis. Lalu kau akan menjawab
sendiri, “karena semua ini sudah cukup.”
Kau tak akan pernah bisa
memenuhi semua yang kau inginkan. Kesempurnaan itu kau karang di dalam kepalamu
dan memang tempatnya hanya di dalam kepalamu. Tidak ada di dunia nyata. Tidak
ada yang selamanya akan menye-menye,
semua akan mengalami kepudaran interaksi. Tidak ada yang akan selama excited pada apapun tentangmu, semua
akan mengalami kepudaran ekspresi.
Kau akan bertanya lagi kepada
dirimu sendiri, apa yang sesungguhnya kau butuhkan. Kebutuhan-kebutuhan itu
saja yang perlu kau penuhi. Saya butuh teman hidup. Maka saya akan mencukupkan
diri saya dengan seorang pasangan yang seperti teman saya. Teman, tapi dengan
kualitas paling baik di antara teman-teman saya yang lain. Seseorang yang
menemani dan mengimbangi saya ketika saya hanya membaca buku atau menulis dalam
diam, berteriak-teriak di gunung, pantai, atau konser, menangis-nangis
sesenggukan demi hormon bulanan, atau sekadar mendiskusikan film atau manusia
yang sekarang sudah jarang tampak seperti manusia seharusnya. Seseorang yang
untuk bercerita saja harus selalu berebutan dengan saya -tak mau kalah-, terus mengomentari
apa yang saya lakukan, dan pastinya punya dunia dan hidupnya sendiri yang tak
perlu terlalu saya acuhkan sampai kelewat batas. Seperti itulah teman. Itulah yang
saya butuhkan.
Pada akhirnya kau mencukupkan
diri. Kau cukupi kebebasan dalam hidupmu yang tak elak memang sangat
menyenangkan. Kau cukupi keinginanmu yang muluk-muluk, lalu fokus kepada
kebutuhanmu. Kau cukupi perjalanan-perjalananmu yang selama ini membuatmu
berlari kencang sampai kau sesak napas, lalu memilih berjalan kaki pelan-pelan
dan damai agar kau tak melewatkan lagi pemandangan di sekelilingmu.
Begitulah konsep berpasangan.
Pada akhirnya kau butuh penakar hidup. Agar kau tak terbang terlalu tinggi.
Tidak semua burung cocok berada di semua level ketinggian, dan kau perlu
sesuatu untuk menahanmu agar tidak kemudian sesak napas kekurangan oksigen di
sela-sela awan dan lalu terkapar gagal menyesuaikan diri dengan tekanan udara
yang asing.